TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka mengatasi persoalan pupuk subsidi, pemerintah diminta memberikan insentif dan perizinan yang mudah kepada produsen pupuk alternatif.
Meski menjadi solusi mengatasi masalah pupuk subsidi, namun saat ini tidak ada insentif dan perizinan atas pupuk alternatif, hal ini mengakibatkan banyak juga pupuk organik yang tanpa izin edar dan akhirnya berurusan dengan kepolisian.
Anggota Majelis Nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Syaiful Bahari mengatakan masalah pupuk subsidi dapat dipecahkan dengan melakukan desentralisasi.
“Sudah saatnya kita melakukan desentralisasi industri pupuk, jadi industri pupuk bisa ada di berbagai tempat dan tidak harus di bawah BUMN. Berikan saja keleluasaan bagi UMKM,” kata Syaiful dalam keterangan, Kamis (9/11/2023).
Ia mengatakan untuk itu pemerintah sebaiknya tidak usah menjadi pemain di bidang tersebut.
"Peran pemerintah cukup membuat regulasi harga eceran tertinggi pupuk," ujarnya.
Pakar pertanian ini mengatakan jika industri pupuk diserahkan kepada sebanyak mungkin pelaku usaha, maka akan terjadi persaingan yang menciptakan iklim yang sehat.
"Asalkan mereka tidak dihambat oleh banyaknya regulasi maka mereka akan bersaing dengan sendirinya dan yang penting jangan ada monopoli," ucapnya.
Dengan adanya desentralisasi industri pupuk, maka pupuk dapat dengan mudah ditemukan di berbagai warung tani dan ini akan membuat petani lebih mudah untuk mendapatkannya.
Saat ini permintaan total pupuk sekitar 24 juta ton.
Sementara itu, kemampuan pemerintah untuk tahun 2023 adalah hanya 6 juta ton, dan ini akan turun menjadi 5 juta ton pada tahun 2024.
Baca juga: Terapkan Industri Hijau, Pupuk Indonesia Grup Borong Penghargaan ASRRAT 2023
Menurut Wasekjen SKI Solihin Nurodin, di Tasikmalaya sejumlah petani mengeluhkan persoalan pupuk pemerintah, karena persediaan terbatas dan harga pupuk non subsidi terbilang mahal.