Ketika sudah ada yang meminang wayangnya, hal itu tidak berjalan mulus seperti yang dibayangkan karena lebih sering dihutang terlebih dahulu.
Pembayaran tersebut sering kali tidak menentu dan ia harus menunggu lama.
Kepahitan serta kekurangan ini menanamkan cita-cita tertentu dalam hati Subandi.
Ia bertekad untuk mengubah nasib hidupnya, salah satunya dengan menempuh pendidikan.
Kemudian, ia masuk ke SMSR dan mengambil jurusan ukir kayu.
Setelah selesai, ia memilih jalur vocational, selain untuk berhemat ia juga bisa langsung menjadi guru.
Akhirnya di umur 21 tahun ia menjadi guru di SMP 1 Yogyakarta.
Tak berhenti di situ, karena Subandi kembali melanjutkan pendidikanya dengan kuliah di IKIP Yogyakarta jurusan seni rupa.
Ia juga terus nyambi-nyambi, dengan menjadi instruktur batik dan ukir kayu.
Tentu saja, ia juga terus menawarkan wayangnya.
Seringkali sambil berangkat kuliah Subandi membawa wayangnya ke Prapto Sutedjo, seorang juragan wayang di Ngadinegaran. Setelah lulus, ia diterima mengajar di SMKN 5 Yogyakarta.
Dengan mengajar, ia pun mendapat penghasilan tetap sehingga bisa dengan tenang mengerjakan karya seninya.
Wayang telah menjadi bagian dalam hidup Subandi.
Bersama wayang ia menjalani segala lika-liku kehidupannya, bahkan sampai ia menjadi sukses seperti sekarang.