Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi sekaligus pengamat politik, Rocky Gerung kembali hadiri sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
Adapun kedatangan Rocky kali ini guna memberi dukungan langsung untuk kedua koleganya itu yang hari ini menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan.
Dalam kehadirannya itu Rocky pun memberikan pandangannya.
Dia yang menyebut telah mengikuti dari awal proses jalannya sidang, menilai bahwa jaksa penuntut umum (JPU) tak memahami terkait isu lingkungan.
Sebab menurutnya, setiap orang yang tengah memperjuangkan persoalan lingkungan sejatinya tidak bisa dijatuhkan sanksi pidana.
"Saya ikuti dari awal dan terlihat bahwa jaksa yang menuntut kasus ini pengetahuannya nol tentang isu lingkungan. Karena sudah kesekapatan peradaban, bahwa siapapun yang membela isu lingkungan tidak boleh dianggap kriminal, itu logic di peradaban," ujar Rocky kepada wartawan di PN Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
Baca juga: Haris Azhar Bantah Cari Keuntungan dari Siaran Podcast yang Membahas Luhut Binsar Pandjaitan
Indonesia sejatinya kata Rocky telah berkali-kali mempromosikan diri sebagai negara yang pro akan isu lingkungan dan Haris serta Fatia telah menjalankan hal tersebut.
Namun dalam sidang ini, jaksa justru mengaburkan hal itu dengan cara hendak memenjarakan Haris dan Fatia melalui tuntutan yang dijatuhkan kepada keduanya.
"Jadi kalau dia (jaksa) penjarakan orang, semua orang tidak mau pro lingkungan lagi kan? Karena konsekuensinya begitu, jadi jaksanya kekurangan pengetahuan," ujarnya.
Bahkan Rocky pun menduga bahwa jaksa dalam menjalankan tugasnya malah lebih condong diperalat oleh penguasa.
Meski menurut dia pada dasarnya jaksa merupakan alat penguasa, namun sebaiknya lembaga adhyaksa itu jangan sampai diperalat oleh suatu kekuasan.
"Jaksa itu peralatan kekuasaan tapi jaksa tidak boleh diperalat oleh kekuasaan. Secara normatif jaksa itu alat presiden, tapi jaksa tidak boleh diperalat presiden. Itu bedanya disitu," pungkasnya.
Haris Dituntut 4 Tahun
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Haris Azhar dengan pidana penjara selama 4 tahun dalam kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan.
Adapun tuntutan itu dibacakan jaksa Shandy Handika dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023).
"Menghukum Haris Azhar untuk menjalani pidana selama 4 tahun dengan perintah terdakwa ditahan dan pidana denda 1 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan," ucap Jaksa Shandy saat bacakan tuntutan.
Adapun jaksa menilai bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaam pencemaran nama baik secara bersama-sama.
Jaksa mengatakan hal itu tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 3 uu ite jucnto pasal 55 ayat 1 kuhp sebagaimana dalam dakwaan pertama.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar telah didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.