News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mahfud MD Tegaskan Tidak Ada Unsur Kegentingan dari Revisi UU MK

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Mahfud MD tegaskan tidak ada unsur kegentingan dari revisi UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD tegaskan tidak ada unsur kegentingan dari revisi UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK).

Ia menjelaskan jika perpu baru ada unsur kegentingannya. Atas hal itu ia menyebutkan bahwa Revisi Undang-Undang MK itu merupakan UU yang biasa.

"Tidak ada unsur kegentingan, ini Undang-Undang biasa. Perpu baru ada kegentingan, dalam hal ini kegentingannya tidak ada," kata Mahfud MD kepada awak media di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tak Tahu Menahu Soal Revisi UU MK, Hakim: Kami Tidak Dilibatkan

Kata Mahfud MD, karena revisi tersebut merupakan usulan dari DPR. Terkait kegentingan tersebut tidak bisa ditanyakan ke pemerintah.

"Pemerintah hadir karena DPR mengusulkan. Jadi sejak bulan Januari DPR sudah mengusulkan perubahan ini. Itu juga tidak ada di prolegnas, tapi setelah kita konsultasikan mungkin ada kebutuhan maka kita layani," tegasnya.

Mahfud MD juga menyampaikan sikap pemerintah yang belum menyetujui revisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), yang merupakan inisiatif DPR itu.

Ia menyatakan bahwa prinsip dalam perubahan undang-undang tidak boleh merugikan subjek yang menjadi adresat dari substansi perubahan undang-undang. 

Mahfud yang mantan Ketua MK ini menjelaskan bahwa hukum transisional menjadi rujukan dalam argumen pemerintah. 

“Karena itu, Menko Polhukam dan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah telah sepakat mengirimkan surat ke DPR mengenai usulan rumusan ketentuan peralihan pada RUU MK” ujar Mahfud.

Baca juga: Buntut Putusan Kontroversial MK, Aktivis Ajukan Permohonan Uji UU MK & Batalkan Putusan Bermasalah

Ia menegaskan bahwa pemerintah mendorong DPR untuk merujuk pertimbangan Putusan MK agar jabatan hakim konstitusi yang saat ini masih menjabat dihabiskan terlebih dahulu masa jabatannya merujuk kepada Surat Keputusan (SK) pengangkatannya. 

Putusan itu, yaitu, pertama, hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah melebihi 5 (lima) tahun dan belum melebihi 10 (sepuluh) tahun, melanjutkan masa jabatannya sampai dengan 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.

Kedua, Hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah melebihi 10 (sepuluh) tahun, masa jabatannya berakhir mengikuti usia pensiun berdasarkan Undang-Undang ini selama masa jabatannya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.

Rumusan itu merupakan solusi dari pemerintah agar menjaga independensi Hakim Konstitusi, menjaga pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, serta stabilitas politik dan keamanan nasional. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini