Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Rancangan Undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang resmi menjadi usul DPR RI.
Juru bicara PKS Muhammad Iqbal mengkritisi klausul Pasal 10 ayat 2 tentang Gubernur dan Wakil Gubernur yang tertuang dalam draf RUU DKJ.
Pasal itu berbunyi "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memerhatikan usul atau pendapat DPRD".
Iqbal menilai, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden berpotensi menjadi ajang kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Menurutnya, usulan itu tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi.
Iqbal menyebut, jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 triliun harus dipimpin orang berkompeten dan memiliki legitimasi rakyat.
“Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," kata Iqbal kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Draf RUU DKJ: Gubernur Ditunjuk Presiden, Walkot/Bupati Dipilih Gubernur Tanpa Pertimbangan DPRD
Selain itu, Iqbal menegaskan, PKS menolak RUU DKJ karena dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam.
Dia menganggap, draft RUU DKJ berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Iqbal menambahkan, PKS sejak awal menolak undang-undang (UU) Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca juga: Setuju Pembahasan RUU DKJ, Fraksi PKB: Kepala Daerah DKJ Harus Dipilih Rakyat
"PKS sejak awal menolak undang-undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan gubernur serta wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk presiden," ucapnya.
Sebelumnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).