TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pernyataan Ade Armando yang menyebut Yogyakarta menerapkan politik dinasti tuai polemik.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep memberikan sikapnya terkait dengan pernyataan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando.
Baca juga: Ade Armando Singgung Politik Dinasti DIY, Dilaporkan ke Polda hingga Dipersilakan Kaesang Keluar PSI
Bahkan Cucu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raden Mas Gustilantika Marrel Suryokusumo turut merespon pernyataan Ade Armando itu.
Laki-laki yang akrab disapa Mas Marrel ini mengutarakan sudut pandangnya atas kegaduhan yang dibuat oleh Ade Armando.
Menurut Marrel jika latar belakang Ade Armando ingin mengkritisi mahasiswa, semestinya tidak perlu menyinggung keberadaan Yogyakarta yang secara konstitusi sudah dinyatakan sebagai daerah istimewa dan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernurnya.
"Mahasiswa harusnya dirangkul. Kalau ingin mengkritisi mahasiswa silakan dialog," kata Marrel saat ditemui, Rabu (6/12/2023).
Marrel tidak mempersoalkan apakah pernyataan Ade Armando merupakan pesanan dari kubu partai politik tertentu, namun ia berpesan Yogyakarta jangan dibuat gaduh.
"Mau itu settingan atau enggak, Jogja jangan dibuat gaduh. Jogja istimewa karena semua masyarakatnya dan sejarahnya," tegas Marrel.
Terkait pernyataan Ade Armando tentang politik dinasti di Yogyakarta, Marrel menegaskan bahwasanya masyarakat Yogyakarta yang menghendaki Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DIY dengan disahkan secara konstitusi.
Bahkan Marrel menceritakan pada 2007 silam Ngarsa Dalem tidak bersedia lagi menjadi Gubernur.
"Dulu Ngarsa Dalem gak bersedia lagi menjadi Gubernur 2007. Itu beliau sempat menyampaikan tidak berkenan lagi maju Gubernur. Ya, sudah monggo rakyat gimana. Kemudian yang masyarakat menghendaki," jelas Marrel.
Marrel memiliki sudut pandang Yogyakarta menjadi back stage para elit politik yang memiliki ambisi politik tertentu.
Ia pun mengajak masyarakat Yogyakarta untuk tetap nyawiji (bersatu) agar tidak timbul perpecahan akibat dinamika politik yang semakin memanas.
"Mereka (warga Jogja) militan kalau gak disikut, ya santai saja," terang Marrel.