Bentuk hak yang dilanggar diantaranya hak atas kesejahteraan (993 kasus), hak memperoleh keadilan (987 kasus), dan hak atas rasa aman (242 kasus).
Lalu mengapa kondisi ini terus menerus berulang?
Lantas apa yang seharusnya menjadi fokus dan selama ini luput dari perhatian?
Apakah sekedar lemahnya kewenangan atau terdapat pendekatan yang kurang tepat untuk tidak mengatakan koreksi atas strategi penanganan? atau hal ini semata-semata disebabkan oleh political will pemerintah?
Peran Strategis Komnas HAM
Lebih lanjut Eva mengajak untuk tegaskan kembali posisi masing-masing pihak.
Pemerintah adalah pengambil kebijakan dan pelaksananya, sementara Komnas HAM memastikan Pemerintah melakukan perannya dengan baik.
Dalam memastikannya, Komnas HAM seharusnya menyasar wilayah strategis yaitu kebijakan baik pada level penentuan rumusan dan penentuan pelaksanaan kebijakan, yang notabene menjadi ranah pemerintah.
"Fokus di luar itu, seharusnya menjadi tidak lagi relevan, tidak lagi strategis bahkan menjadi tindakan yang sia-sia. Oleh karenanya diplomasi menjadi pilihan yang paling logis untuk mempengaruhi bahkan mengintervensi kebijakan ketimbang tindakan pemadam kebaran alias penyelesaian kasus per kasus," kata Eva.
Maka sudah seharusnya semangat dan sudut pandang ini menjiwai pelaksanaan tugas dan fungsi Komnas HAM dalam rangka mewujudkan tujuan keberadaan Komnas HAM sebagaimana ketentuan Pasal 75 huruf (a) dan huruf (b) UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Setelah persoalan ini ditempatkan pada posisi yang seharusnya, barulah kita mengkritisi cakupan kewenangan lembaga yang sudah berdiri sejak tahun 1993 ini, apakah mencukupi atau perlu untuk dikuatkan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan pada pelaksanaan masing-masing fungsi Komnas HAM, baik fungsi pengkajian dan penelitian, fungsi penyuluhan, fungsi pemantauan, dan fungsi mediasi, output yang dihasilkan adalah rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia; penyebarluasan dan peningkatan kesadaran tentang HAM; laporan hasil pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia; dan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah dan DPR RI untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya berdasarkan proses mediasi.
Lalu berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dimana Komnas HAM melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dalam prosesnya dapat melibatkan unsur masyarakat, menghasilkan hasil penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agus dengan proses penyidikan.
"Singkat kata, Komnas HAM menghasilkan rekomendasi perubahan peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan prinsip HAM, rekomendasi tindaklanjut penyelesaian kasus pelanggaran HAM kepada Pemerintah dan DPR RI berdasarkan proses mediasi, laporan hasil pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan hasil penyelidikan pelanggaran HAM yang berat," ujarnya.
Lantas apakah kewenangan melekat pada Komnas HAM yang menghasilkan output di atas telah mencukupi?
Baca juga: Sambut Hari HAM Internasional, Aktivis Gerak 98 Luncurkan “Buku Hitam Prabowo Subianto”