Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi turut mengkritisi soal pembelian alutsista sebagai pertahanan negara.
Menurutnya pembelian alutsista jangan hanya sekedar untuk pertahanan negara, tapi juga korelasinya dengan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Baca juga: Staf Menkeu Bantah Sri Mulyani Bilang Indonesia Jadi Miskin Gara-gara Prabowo Beli Alutsista: Hoax!
Salah satunya yakni perlunya setiap persenjataan yang dibeli bisa dilakukan transfer teknologi atau unsur teknologi tinggi yang bisa diserap oleh dalam negeri.
"Alutsista juga punya efek terkait industri pertahanan. Pasca UU Industri Pertahanan dibuat tahun 2012, maka harusnya setiap senjata itu terkait dengan transfer teknologi, atau unsur hi-tech yang bisa kita serap," kata Muradi dalam diskusi daring 'Meramal Masa Depan Geo Politik dan Hankam dari Visi Misi Capres 2024' pada Jumat (5/1/2024).
Baca juga: Jelang Debat Capres Cak Imin Rajin Kritik Prabowo, Soroti Alutsista hingga Persoalkan Panelis
Namun menurutnya, penerapan UU Industri Pertahanan saat ini masih belum serius dan hanya sebatas wacana.
Apalagi kata Muradi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membidangi industri strategis rerata juga masih merugi.
"Karena industri pertahanan itu nggak bisa semata-mata bicara transfer teknologi, tapi bicara yang lain. Misalnya kalau di klausul kesepakatan bersama, RnB dari pengembangan teknologi diambil 5 persen dari keuntungan. Pertanyaan berikutnya BUMN industri pertahanan untung nggak?" tanya dia.
Lebih lanjut, jika Indonesia membeli pesawat bekas dari luar negeri, maka semestinya tidak hanya sekedar refurbis atau rekondisi. Melainkan juga mempertimbangkan kemampuan bertarungnya.
Salah satu contohnya, pesawat tempur Rafale yang dibeli Indonesia merupakan generasi ke-4 awal. Menurutnya jika hanya sekedar melengkapi alutsista tanpa mempertimbangkan transfer teknologi industri alutsista dalam negeri, maka semestinya persenjataan negara yang dibeli harus jauh lebih modern, misalnya pesawat tempur F-35 yang merupakan generasi ke-5.
"Mbok ya jangan beli Rafale lah, itu generasi ke-4 awal. Kalau hanya sekedar dipakai, harusnya jauh lebih modern," ungkap Muradi.