Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PPP Nurhayati Effendi, menanggapi perihal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 1.500 karyawan produsen ban di Cikarang, PT Hung-A Indonesia.
Dia meminta pemerintah segera menyiapkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) kepada ribuan pekerja tersebut.
"Mau enggak mau kalau PHK terjadi pemerintah harus siap dengan JKP paling tidak mensupport para pekerja tidak kehilangan sumber ekonomi mereka," kata Nurhayati, kepada wartawan Sabtu (20/1/2024).
Nurhayati berharap, pemerintah segera bergerak cepat usai kejadian PHK massal ini.
Sebab dirinya khawatir PHK massal tersebut akan berdampak kepada kondisi ekonomi ke depannya.
"Tentunya akan menambah pengangguran yang akan menimbulkan banyaknya orang yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupmya atau dengan kata lain menambah kemiskinan dan menjadi beban pemerintah ke depannya," ujar Nurhayati.
Di sisi lain, lanjut Nurhayati, usai PHK massal, pemerintah diminta fokus memberikan kemudahan investasi bersifat padat karya dan turut memberlakukan relaksasi perpajakan.
"Mendekatkan bahan baku kepada industri,menjaga stabilitas keamanan dan memastikan tersedianya tenaga kerja yang berkualitas sehingga mempunyai etos kerja yang tinggi,” pungkasnya.
Ada pun, produsen ban di Cikarang, PT Hung-A Indonesia akan menutup seluruh operasionalnya pada Februari 2024.
Perusahaan asal Korea Selatan tersebut akan pindah ke Vietnam, sehingga karyawan yang ada di Indonesia sebanyak 1.500 orang akan dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPL FSPMI) Kabupaten/Kota Bekasi, Sarino menyampaikan, 1.500 karyawan sudah dirumahkan sejak kemarin, Selasa (16/1/2024).
Sedangkan, saat ini proses negosiasi sedang dilakukan antara pekerja dan perusahaan, terkait hak-hak karyawan.
Baca juga: Kemenperin Dalami PHK 1.500 Karyawan Pabrik Ban di Cikarang
Namun, Ia juga belum dapat memastikan pekerja terdampak PHK akan mendapat hak sesuai dengan aturan yang berlaku, atau nihil.
"Masih dalam proses perundingan," tutur Sarino.