"Mudah-mudahan dalam masa penundaan dua minggu ini Harun Masiku sudah bisa ditangkap," kata dia.
Boyamin menegaskan bahwa jika Harun Masiku masih belum bisa ditangkap, pihaknya akan mendorong sidang in absentia, yakni tanpa kehadiran politisi PDI Perjuangan itu.
"Biar kepastian hukumnya clear," ujarnya.
Dalam perkaranya, Harun Masiku menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar mengupayakan permohonan PAW Anggota DPR Dapil Sumatera Selatan I, yakni Riezky Aprilia, kepada dirinya.
Suap berkaitan dengan keinginan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina--orang kepercayaan Wahyu--terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta.
Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020.
Saat itu, tim satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari 2020, Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang sejak 29 Januari 2020.