Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partisipasi generasi muda di sektor pertanian masih rendah.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan Sensus Pertanian 2023 dari BPS, mayoritas petani berumur 55 tahun.
Kalangan milenial (27-42 tahun) hanya sebesar 25,61 persen; terkecil dibandingkan generasi X (42,39 persen) dan baby boomer (27,61 persen).
Baca juga: Dirjen PSP Kementan Tinjau Ketersediaan Sarana-Prasaranan Produktivitas Pertanian di Indramayu
Tingkat partisipasi generasi muda dalam ranah pertanian tergolong masih rendah.
Sebagai gambaran, petani di Amerika Serikat dan Afrika rata-rata berusia 60 tahun.
Sementara di kawasan Asia, rata-rata umur petani Filipina pada kisaran 57 tahun, Thailand 54 tahun, dan Jepang bahkan 66 tahun.
Baca juga: Target Swasembada Beras pada 2026, Mentan Amran Bakal Ubah 10 Juta Hektare Rawa Jadi Lahan Pertanian
Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) Indonesia melalui , Assistant FAO Representative for Programme of FAO Indonesia Ageng Setiawan Herianto ungkap kenapa minat anak muda rendah pada lahan pertanian.
Salah satunya karena anak tidak memiliki aset yang siap.
"Oleh karena itu perlu difasilitasi agar bisa mengakses aset itu. Nah, aset itu apa? Bisa aset lahan. Pertama lahan, masalahnya lahan. Jadi anak-anak muda tidak punya lahan," ungkapnya dalam konferensi tahunan International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS), di Yogyakarta, Jumat (24/2/2024).
Menurutnya pemerintah perlu memfasilitasi hal ini melalui kebijakannya.
Ageng mengungkapkan jika selama ini banyak masalah yang dihadapi ketika mengakses lahan.
"Karena kebijakannya belum kuat. Oleh karena itu perlu memberikan kesempatan," imbuhnya.
Kedua, setelah akses lahan, pasar juga menjadi kendala.