Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi rumah jabatan di DPR.
Hal ini merespons dugaan perkara korupsi terkait pengadaan kelengkapan rumah jabatan di DPR RI menimbulkan kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah.
"Pihak yang potensial menjadi tersangka kasus pengadaan di DPR tentu saja adalah pihak kesetjenan DPR," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Selasa (27/2/2024).
Menurut Lucius, pihak Setjen DPR yang memiliki kuasa pengguna anggaran.
"Karena itu menjadi yang paling potensial terlibat jika dugaan korupsi pengadaan di DPR akan berujung pada penetapan tersangka," ujarnya.
Dia menegaskan, munculnya dugaan korupsi terkait pengadaan perlengkapan rumah tangga anggota DPR sesungguhnya tak mengagetkan.
Sebab, aroma penyalahgunaan anggaran pada sejumlah proyek janggal yang sempat heboh di DPR sesungguhnya bisa dijelaskan melalui kemunculan dugaan kasus korupsi pengadaan fasilitas rumah tangga DPR.
"Tahun 2022 lalu, DPR pernah dihebohkan dengan anggaran pengadaan gorden bernilai fantastis hingga Rp 43 miliar. Banyak kalangan menduga harga satuan gorden tak sampai semahal itu jika dikalkulasi dengan kebutuhan rumah jabatan DPR," ucap Lucius.
Lucius menjelaskan, meksipun pengadaan gorden akhirnya dibatalkan, namun beberapa proyek lain seperti pengadaan plat mobil khusus anggota DPR, pengaspalan jalan, dan lain-lain juga terdengar.
"Saya menduga korupsi pada proses pengadaan barang memang yang paling mungkin terjadi di DPR khususnya yang bersumber dari anggaran APBN. Anggaran memang tak sebesar untuk kementerian, tetapi dari anggaran DPR itu memang ada alokasi untuk pengadaan fasilitas penunjang bagi DPR," ungkapnya.
Dia menerangkan, dari proyek pengadaan itu yang paling mungkin untuk dijadikan celah penyimpangan, yakni dengan modus mark up.
"Proyek gorden misalnya. Dengan model peruntukkan yang ditujukan bagi sejumlah rumah, maka paling mungkin dilakukan mark up harga satuan barang yang dibelanjakan," tuturnya.
"Selisih antara harga satuan di pasaran dengan budget yang dianggarkan menjadi ceruk keuntungan yang bisa dimanfaatkan," ucap Lucius menambahkan.
Selain mark up, kata dia, permainan lain bisa melalui penunjukan langsung ataupun tender dengan proses yang tertutup.
"Kongkalingkong dengan mudah terjadi antara penyedia anggaran dengan pelaksana proyek," tegas Lucius.
Lucius berharap KPK membuka semua kemungkinan terkait pihak-pihak yang mungkin mendapatkan nikmat dari proyek pengadaan di DPR
"Syukurlah kalau akhirnya KPK bisa membongkar adanya dugaan penyimpangan anggaran di DPR tersebut," imbuhnya.
Tribunnews.com sudah menghubungi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar terkait dugaan korupsi ini. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Indra Iskandar.
Keterangan KPK
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dugaan rasuah terkait rumah jabatan DPR RI meliputi pengadaan kelengkapan kamar tidur hingga ruang tamu.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, dugaan korupsi itu diduga dilakukan pada kurun waktu 2020.
“Antara lain segala kelengkapan rumah jabatan seperti kelengkapan kamar tidur, ruang tamu dan lain-lain,” kata Ali saat dihubungi, Senin (26/2/2024).
Menurut Ali, para pelaku dalam perkara ini diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa. Mereka diduga melakukan pengadaan barang itu secara formalitas.
Saat ini, KPK telah menetapkan lebih dari dua orang tersangka dalam perkara ini.
“Lebih dari dua orang tersangka,” ujar Ali.
Namun, saat ini KPK belum membuka identitas para tersangka tersebut.
Kedeputian Penindakan dan Eksekusi dan pimpinan KPK sebelumnya telah bersepakat meningkatkan perkara dugaan korupsi itu ke tahap penyidikan.