Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Pancasila memberikan penjelasan soal mutasi jabatan RZ usai menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh Rektor non-aktif, Edie Toet Hendratno.
Plt Rektor Universitas Pancasila, Sri Widyastuti mengatakan mutasi jabatan itu dilakukan karena adanya kekurangan pegawai di program Pascasarjana.
"Nah pada saat yang sama, SK saat itu sudah habis. Kebetulan kami bidang 1 ya akademik ‘tolong dong ada yang bisa bantu’ nah kebetulan ada dua yang bisa bantu (termasuk korban)," kata Sri dalam jumpa pers di Universitas Pancasila, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Saat mutasi, kata Sri, pihaknya belum mendapatkan laporan adanya dugaan pelecehan tersebut.
Sehingga, proses perpindahan jabatan itu murni karena kebutuhan akreditasi kampus bukan karena disengaja.
"Kalo pada saat itu kami akademik tidak dapat laporannya (pelecehan seksual). Sesuai dengan porsi kami di bidang akademik untuk kebutuhan akreditasi ya kami berikan tenaga kerja," ucapnya.
Kronologi Pelecehan Versi Kubu Korban
Dua orang wanita berinisial RZ dan DF melapor ke polisi karena diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rektor salah satu universitas di Jakarta Selatan berinisial ETH.
Kuasa hukum kedua korban, Amanda Manthovani mengatakan dari keterangan kliennya, bentuk pelecehan itu mulai dicium hingga dipegang bagian payudaranya.
Pertama, korban berinisial RZ yang saat itu bekerja sebagai Kabag Humas dan Ventura universitas tersebut awalnya diminta untuk menghadap rektor tersebut dengan alasan terkait pekerjaan.
"Dia akhirnya cari tempat di kursi yang agak panjang. Memang dia dipanggil sama rektor dia juga gak tau, tapi setelah dia masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan. Gitu ceritanya," kata Amanda saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).
Baca juga: Demo Mahasiswa soal Kasus Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila Ricuh hingga Bakar Ban
Saat itu, sang rektor mendekati korban saat tengah mencatat. Namun kala itu sang rektor langsung mencium pipi hingga korban kaget dan berdiri untuk meninggalkan ruangan.
"terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya liat dulu' katanya 'mata saya merah nggak?" ucapnya.
Saat meneteskan obat tersebut, RZ mengaku sang rektor langsung memegang payudaranya hingga akhirnya korban ketakutan dan mengadu kepada atasannya.
Namun bukannya dibantu, korban malah dimutasi dari jabatannya ke S2 universitas.
Lalu, korban kedua berinisial DF mendapatkan perlakuan tersebut sebelum RZ saat di ruangan rektor tersebut.
"Hampir sama si kejadiannya cuman mbak DF memang di cium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin. Si DF kan waktu itu usainya masih muda kejadiannya itu dia masih 23 tahun," ucapnya.
"DF juga begitu saat kejadian itu dia langsung cerita nangis, cerita juga sama RZ (korban), sama beberapa orang, RZ bilang menenangkan dia, eh kejadian sama RZ juga akhirnya di bulan Februari," sambungnya.
Akibatnya DF pun merasa ketakutan dan akhirnya mengundurkan diri sebagai pegawai honorer di kampus tersebut.
Saat ini, laporan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 tengah diselidiki polisi.
Selain itu, laporan DF juga sudah diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024 yang kini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.