TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah menduga melambungnya harga beras disebabkan karena permainan pedagang atau kartel beras.
Luluk melihat terdapat dua faktor penyebab stok beras terbatas di pasar.
Pertama, adanya permainan kartel beras.
Kedua, politik bagi-bagi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang ditengarai juga tidak transparan.
"Tidak semata kartel, tapi juga politik bansos yang overdosis. Dua situasi in yang membuat pasar jadi tidak terkendali," ujar Luluk saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (22/2).
Luluk melihat pemerintah juga tidak transparan terhadap data-data stok cadangan nasional. Termasuk, terkait data produksi, dan data penggunaan dalam jumlah terlampau besar untuk politik.
Untuk dugaan kartel, ucap Luluk, pemerintah bersama penegak hukum menindak para pelaku kartel beras.
Sebab, yang dirugikan adalah masyarakat dengan kenaikan harga beras yang dinilainya sudah tidak wajar.
"Saya kira hadir lah pemerintah di tengah masyarakat melakukan operasi pasar dan kalau memang ditengarai ada kartel beras yang ini udah berpraktek sekian tahun bahkan satu dekade ya dibongkar lah," kata Luluk.
Apalagi bagi masyarakat yang kehidupannya baru kembali pulih perekonomiannya dampak dari pandemi.
"Maka kenaikan harga beras ini sudah tidak wajar," tambah Luluk.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (BPN) Nomor 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp 10.900 per kilogram (kg) untuk kualitas medium.
Sementara itu, beras premium Rp 13.900 per kg untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi.
Kemudian, HET beras di zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan dipatok Rp 11.500 per kg medium dan beras premium Rp 14.400 per kg. Di zona ke-3 yang meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium dipatok Rp 11.800 per kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800 per kg.