TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah sekira 26 tahun rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto ditumbangkan oleh rakyat pada Mei 1998 lalu.
Bagi banyak masyarakat yang pernah mengalaminya, rezim yang dianggap secara luas otoriter dan diktator tersebut tidak akan pernah lekang dari ingatan untuk diceritakan mengingat dampaknya bagi kehidupan publik di masa itu.
Termasuk juga bagi sosok Prof Dr Mahfud MD yang pada masa itu menjalani hidup sebagai mahasiswa dan intelektual kampus.
Mahfud MD yang pernah merasakan duduk di tiga poros kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif setelah Orde Baru tumbang tersebut masih mengingat sejumlah momen-momen penting yang menunjukkan betapa saat itu Soeharto sangat berkuasa.
Satu di antaranya adalah cerita tentang "krisis cabai".
Usai menonton bareng film Dokumenter besutan sutradara Lola Amaria berjudul Eksil di sebuah bioskop di Blok M Plaza pada Kamis (14/3/2024), Mahfud MD bercerita di hadapan para peserta yang sebagian besar anak muda.
Di acara yang digagas komunitas yang bergiat di bidang pendidikan, Nalar Muda Nusantara, itu Mahfud MD bercerita Indonesia pernah mengalami krisis cabai di mana saat itu hasil panen cabai sangat buruk dan stok cabai di Indonesia minim.
Baca juga: Harga Cabai Melonjak Per 13 Maret, Rawit Merah Dijual Rp73.050, Cabai Keriting Naik Jadi Rp73.250
Alkisah, Soeharto kemudian memanggil menteri-menterinya dalam sebuah sidang kabinet.
Di atas meja, Soeharto menyuguhkan tempe dan cabai.
Soeharto kemudian pura-pura makan cabai tersebut dan mempersilakan para menterinya makan.
"Tapi menterinya makan sampai matanya merah makan cabai. Betul. Karena melihat Pak Harto makan cabai," ungkap Mahfud.
Seorang peserta diskusi yang mendengar kisah Mahfud itu pun tertawa cekikian.
Sebagian lainnya tampak mengangguk-angguk atau bergumam.
Tak sedikit juga peserta yang merekam calon wakil presiden nomor urut 3 itu bercerita dengan ponselnya.
"Pak Harto yang begitu kuat, itu hanya perlu waktu 2,5 bulan jatuh. Saudara tahu 23 Maret sampai 21 Mei. Dua bulan. Kalau ada yang menghitung mulai sidangnya 11 Maret ya 2,5 bulan. Jatuh juga. Gampang sekali jatuh. Sehingga lalu lahir reformasi," sambung Mahfud.
Pada sesi tanya jawab, Mahfud pun lantas mendapatkan pertanyaan dari seorang mahasiswa perihal Orde Baru.
Menurut peserta tersebut, rezim Orde Baru mewariskan ketakutan melalui museum-museum yang sampai saat ini masih ada, satu di antaranya Museum Pengkhianatan G30S/PKI di Lubang Buaya Jakarta Timur.
Menurut mahasiswa itu, kesan dan suasana yang ia rasakan ketika mengunjungi museum-museum "Orde Baru" adalah muram dan menakutkan, berbeda dengan museum-museum lain yang bukan museum "Orde Baru".
Peserta itu pun lantas bertanya kepada Mahfud apa yang perlu dilakukan agar ketakutan yang diwariskan Orde Baru tersebut berakhir.
Ia pun sempat mengutarakan idenya perihal perlu atau tidaknya membangun museum-museum kolektif yang menjelaskan sejarah dengan lebih terang benderang.
Baca juga: Anies Baswedan Bicara Kedamaian Era Orde Baru: Karena Ada Pegang Senjata, Namanya Kedamaian Semu
Mendengar pertanyaan tersebut, Mahfud mengkonfirmasi ada kebijakan pemerintah di masa lalu yang diskriminatif.
"Sekarang orang dianggap sama. Sekarang peninggalan-peninggalan, monumen, situs, dan sebagainya itu karena dibuat pada masa tertentu. Dan sekarang belum ada keputusan resmi sejarahnya seperti apa, maka sekarang belum ada pemerintah yang mau mengusik ini," kata Mahfud.
"Ya memang, sekarang museum-museum itu yang dibuaat di zaman Orde Baru yang selalu menjadi tujuan wisata, kan sekarang tidak lagi. Di Yogyakarta dulu ada Monumen Yogya kembali, sekarang tidak ada orang rekresasi ke sana. Dulu anak sekolah kan harus ke sana," sambung dia.