TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Talkshow Tribun Network kali ini membahas soal adanya dugaan mengutak-atik perolehan suara partai politik dan calon legislatif (caleg) hasil pemungutan suara Pemilu 2024.
Takshow Tribun Network digelar di Studio Tribunnews, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Hadir sebagai narasumber Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Totok Hariyono dan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman.
Hadir pula dari perwakilan partai politik yakni Ketua DPP Perindo Yusuf Lakaseng dan Caleg dari Partai Gelora Yadi Surya Diputra.
Diskusi bertajuk 'Utak-Atik Perolehan Suara Parpol dan Caleg Hasil Pemungutan Suara Pemilu 2024, Benarkah?' dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Mantan Ketua KPU Nilai Pemilu 2024 Terlalu Banyak Polemik
Mantan Ketua KPU RI Arief Budiman menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 terlalu banyak polemik yang terjadi.
Menurutnya, ada sejumlah catatan, komplain serta permintaan publik yang tidak mampu dijawab KPU.
“Apalagi terakhir polemik Sirekap di mana justru hasil rekapitulasi itu tidak ditampilkan."
"Yang ditampilkan adalah hasil penghitungan suara di masing-masing TPS,” kata Arief.
Dia melihat kondisi itu menimbulkan banyak pertanyaan terutama bagi pemilih.
Arief bertanya dalam hatinya mengapa penyelenggara pemilu mundur lagi.
“Sebetulnya apa yang ditampilkan sekarang itu sekurang-kurangnya terjadi 10 tahun lalu dan kita sebetulnya progresnya sudah naik terus,” ucapnya.
KPU dalam kurun waktu itu sudah melakukan perbaikan dari Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pilkada 2020.
Teramat disayangkan, Pemilu 2024 yang diharapkan menyempurnakan tetapi malah terjadi banyak polemik.
“Saya merasa kalau seperti ini transparansinya malah akan berkurang padahal yang bisa menjadi kepercayaan publik terhadap proses pemilu adalah transparansi,” ungkapnya.
Selain transparansi berkurang, KPU juga harus menjaga kualitas.
Dia mengaskan pengurus KPU saat ini harus bisa menjawab mengapa kebijakan yang menimbulkan banyak komplain itu diambil.
Arief juga menyoroti Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) seharusnya mampu menampilkan data bukan hanya hasil penghitungan tapi juga rekapitulasi lebih cepat dibandingkan penghitungan normal yang durasinya 35 hari.
Dari data cepat itu, penyelenggara pemilu akan bisa mengontrol seluruh pasukannya mulai dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai tingkat Provinsi.
“Bagi peserta pemilu dia bisa mengontrol suaranya dicurangi atau tidak, baik antar partai politik atau antar kandidat di internal partai dia bisa mengontrol itu lewat Sirekap.
Sedangkan bagi pemilih mereka bisa tahu adanya kecurangan.
“Misalnya dalam satu warga berkumpul suara lebih banyak ke partai A tapi kok hasilnya di Sirekap jadinya yang menang si B,” ucapnya.
Di daerah apabila selisih suara terlalu tinggi kecil kemungkinan terjadi konflik sementara selisih suara kecil bisa menimbulkan konflik lebih besar.
Begitu juga bagi pelaku bisnis datanya real Sirekap ini juga bisa bermanfaat.
“Pelaku bisnis itu tahu apabila menang A maka kebijakannya akan bisa di planning bagi bisnis mereka,” imbuhnya.
Arief menyatakan Sirekap bisa bermanfaat karena proses penghitungannya yang lebih cepat tidak harus menunggu 35 hari.
Namun fakta yang terjadi hari ini tidak demikian.
Baca juga: Mantan Ketua KPU Arief Budiman: Kecurangan Suara di Pemilu Mudah Dibaca
Respons Bawaslu Soal Dugaan Kecurangan TSM Di Pemilu 2024
Sejumlah pihak menggulirkan isu jika pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung curang.
Bahkan, ada yang beranggapan bahwa Pemilu 2024 telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Lalu, bagimana pandangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI merespons tudingan sejumlah pihak tersebut?
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menegaskan, pihaknya hingga kini belum menemukan secara langsung dugaan kecurangan Pemilu 2024 secara TSM.
"Sampai saat ini belum (terjadi kecurangan TSM)," kata Totok Hariyono.
Totok menjelaskan, bahwa yang dimaksud belum terjadi dugaan kecurangan TSM tersebut karena belum diputus oleh Bawaslu.
Namun, pihaknga tak menutupi jika bahwa banyak laporan-laporan dari sejumlah pihak soal dugaan kecurangan TSM pada Pemilu 2024.
"Belum pada kajian memutuskan bahwa ada laporan-laporan iya, tapi belum sampai menginjak pada TSM-nya," jelas Totok.
Baca juga: Bawaslu Buka Suara Soal Sirekap, Sebut Telah Bersurat 3 Kali ke KPU Agar Diperbaiki
Partai Gelora: Kelemahan Pemilu Hari Ini Akibat Sirekap Tidak Berjalan Sempurna
Caleg Partai Gelora Dapil Nusa Tenggara Barat H. Yadi Surya Diputra mengatakan rumus rekapitulasi mudah, hanya memakai matematika sederhana pertambahan.
Ia juga mengatakan, ketatnya sistem penyelanggaraan pemilu dengan adanya saksi-saksi dan polisi di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebetulnya tidak bisa suara diutak-atik pasca pemilu.
“TIba-tiba ribut sampai pada seharusnya sudah rekapitulasi kabupaten tetapi akumulasi antar TPS itu nggak selesai-selesai."
"Rumusnya tidak ada tambah, yang ada pengurangan. Artinya utak-atik ada. Kalau dibilang ada utak-atiknya caranya bagaimana,” ujarnya.
Yadi memandang Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai satu data publik yang dilegalkan oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) menjadi suata perkembang paling dalam mengawal suara rakyat.
Seharusnya dengan Sirekap pada hari penghitungan itu sudah bisa diketahui hasil dari TPS bahwa tidak ada lagi permainan.
“Makanya kelemahan Pemilu hari ini karena adanya utak atik dan Sirekap tidak berjalan sempurna,” ungkapnya.
Dia menyayangkan Sirekap sementara pada masa era KPU yang dipimpin Arief Budiman pada Pemilu 2019 menggubakan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) secara manual justru tidak ada polemik.
“Yang manual kok jago nggak ada deviasi suara yang cukup signifikan. Sirekap ini anggaranya gila-gilaan itu di atas Rp107 Triliun gabungan KPU dengan Bawaslu,” imbuhnya.
Yadi juga kecewa dengan penyelenggara pemilu dengan anggaran sebesar itu tidak melakukan sosialiasi terhadap partai-partai kecil.
Dia bilang anggaran itu harusnya untuk mensosialisakan partai bahkan untuk Pileg nggak diapa-apakan semua terkonsentrasi pada Pilpres.
“Pemilu adalah ruang kontestasi ide, brain surgery bagi para politisi. Party ID masyarakat kita rendah di bawah 50 persen masyarakat tidak punya waktu yang cukup untuk mengenali calegnya,” ujarnya.
Baca juga: Kader Gelora Marah Anggaran Pemilu Tak Dipakai untuk Sosialisasi Partai Kecil, Utamakan Sirekap
Respons Ketua DPP Perindo
Ketua DPP bidang Politik Partai Perindo Yusuf Lakaseng bicara soal dugaan praktik utak-atik suara partai yang terjadi pada rekapitulasi suara Pemilu 2024.
Dia menilai, dugaan itu semakin kuat muncul lantaran partai dari anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen pada tahap rekapitulasi suara oleh KPU RI.
Namun, dalam prosesnya, terjadi peningkatan suara partai tersebut dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).
"Isu kalau sebenarnya ya, isu otak-atik ini menjadi masif dan menjadi perhatian publik ketika quick count partai anaknya Presiden tidak lolos."
"Lalu dalam proses perjalannya tiba-tiba angka rekapitulasinya langsung naik," kata Yusuf Lakaseng.
Dalam kesempatan itu, Yusuf tak menyebut secara spesifik partai anak Presiden itu.
Namun, diketahui bersama jika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diketuai oleh Kaesang Pangarep, yakni putra bungsu Presiden Jokowi.
Dia juga mengatakan, dalam proses rekapitulasi Sirekap, publik ingin mengetahui secara terbuka soal perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU RI.
Apalagi, sempat ada terjadi kenaikan suara PSI yang meningkat tajam dalam beberapa waktu.
Namun, kata Yusuf, Sirekap justru dihentikan dan dialihkan ke sistem manual. Padahal, Sirekap dinilai sebagai cermin awal publik melihat perhitungan suara Pemilu 2024.
Baca juga: Ketua DPP Perindo: Praktik Politik Uang Terjadi Secara Gila-gilaan di Pemilu 2024
"Orang kemudian menganggap ini harus dirumah kacakan, Sirekap, dan proses perhitungan manual. Dan ketika dirumah kacakan oleh publik, semua orang ingin tahu dan memang kekacauan terjadi di Sirekap," terangnya.
Dia pun mengungkapkan, seorang ahli IT di ITB pun menyampaikan hal yang sama soal kekacauan Sirekap.
Terutama, soal tidak adanya fitur yang memfalidasi ketika angka itu lebih dari daftar pemilih tetap (DPT) tiap TPS yakni 300 orang.
Sehingga, dia menduga Sirekap dipakai sebagai alat untuk membuat otak-atik suara Pemilu 2024.
"Sirekap menurut saya memperlancar untuk utak-atik. Kita temukan seperti kasus di Banjar ya, tiba-tiba KPU Banjarnya membaca hasil partai anaknya Presiden itu dari 2 ribu sekian jadi 17 ribu. Untung saksinya partai itu berintegritas, sehingga dia protes kok pengelembungannya jauh banget ada 15 ribu, baru kemudian dinormalisasi," jelasnya.(Tribunnews.com/Reynas Abdila/Fransiskus Adhiyuda)