News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MK Tolak Permintaan Sanksi Agar Partai Politik Dibubarkan Setelah Anggotanya Korupsi 10 Kali

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang pembacaan amar puutusan untuk perkara nomor 15/PUU-XXII/2024 ini, pada Rabu (20/3/2024).

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permintaan agar partai politik (parpol) bisa disanksi berupa pembubaran setelah anggotanya yang memangku jabatan di pemerintahan melakukan tindak pidana korupsi minimal 10 kali.

Hal tersebut diucapkan Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar puutusan untuk perkara nomor 15/PUU-XXII/2024 ini, pada Rabu (20/3/2024).

Baca juga: Soal Sengketa Hasil Pilpres 2024, Bivitri Harap MK Tidak Jadi Mahkamah Kalkulator

"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Suhartoyo, dalam persidangan di gedung MK, Jakarta, Rabu ini.

Mahkamah berpendapat, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonannya.

"Oleh karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan," ucap Hakim Enny Nurbaningsih.

Baca juga: Soal Bukti untuk Gugat Hasil Pilpres 2024 ke MK, Anies: Nanti Biar Tim Hukum yang Menyampaikan

Dalam permohonannya, seorang mahasiswa bernama Teja Maulana Hakim menguji aturan mengenai pembekuan partai politik (parpol) sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol).

Teja mempersoalkan:

A. Pasal 48 ayat (2) UU Parpol yang menyatakan, “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling laman 1 (satu) tahun”.

B. Pasal 48 ayat (3) UU Parpol yang menyatakan, “Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi”.

Adapun dalam Pasal 40 ayat (2) UU Parpol sendiri, mengatur, bahwa Partai Politik dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam petitumnya, Teja meminta MK menyatakan Pasal 40 ayat (2) huruf b Undang-Undang 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘kegiatan lainnya dapat berupa anggota partai politik dari partai politik bersangkutan yang melakukan tindak pidana korupsi minimal 10 kali, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam tugasnya sebagai penyelenggara negara’. 

Kemudian, meminta MK menyatakan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak berkekuatan hukum mengikat.

Serta, menyatakan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘partai politik yang melakukan kelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi’.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini