TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polresta Bandara Soekarno-Hatta membongkar jaringan penyalur pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal ke negara Serbia.
Wakapolresta Bandara Soetta AKBP Ronald Fredy Christian Sipayung menyebut dalam menjalankan aksinya, modus para tersangka menyamarkannya dengan perjalanan wisata.
"Ada rencana perjalanan yang dilakukan para tersangka dengan tujuan untuk mengelabui seolah-olah menyamarkan bahwa 10 orang yang akan berangkat ini bertujuan untuk melakukan kegiatan wisata," kata Ronald dalam konferensi pers, Minggu (24/3/2024).
Ronald mengatakan kasus ini terungkap saat pihak imigrasi melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang yang akan berangkat ke Kuala Lumpur, Malaysia pada Minggu, 17 Maret 2024.
Saat diperiksa tujuan akhir mereka yakni negara Serbia dengan tujuan perjalanan wisata.
Namun saat dilakukan pemeriksaan secara intensif, diduga mereka merupakan calon pekerja migran Indonesia yang akan diberangkatkan secara ilegal.
"Pada saat ditemukan di Bandara, ada dugaan rencana keberangkatan 10 orang pekerja migran yang akan berangkat ke serbia ini akan bekerja tanpa prosedur," jelasnya.
Dari pemeriksaan itu, satu orang di antaranya berinisial FP (40) ditangkap karena merupakan bagian dari sindikat penyalur PMI Ilegal.
Ronald mengungkap FP bertugas untuk mengantarkan para korban hingga ke tujuan akhirnya ke negara Serbia.
"Jadi kalau hasil keterangan FP tugasnya untuk mendampingi keberangkatan calon pekerja migran non prosedural untuk sampai ke negara tujuan. Dari hasil pekerjaan FP rencananya yang akan menerima bayaran antara Rp 2-5 juta per orang," tuturnya.
Baca juga: Polri Pastikan Ribuan Mahasiswa Korban TPPO Modus Magang di Jerman Sudah Dipulangkan
Selanjutnya, Ronald melakukan pengembangan dan akhirnya menangkap pelaku lainnya berinisial J (40) dan wanita berinisial WPB (25).
J sendiri berperan meminta bayaran Rp 60-75 juta kepada para korban yang hendak berangkat dengan upah Rp 10-15 juta per orang.
Sementara WPB berperan berkomunikasi dengan pihak yang membutuhkan PMI Ilegal dengan upah Rp 10 juta per satu korban.
"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, penyidik telah menetapkan tiga orang pelaku atau 3 orang tersangka dan saat ini sudah dilakukan penahanan di ruang tahanan Polresta Bandara Soetta," ungkapnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 83 Jo Pasal 81 Undang-undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 miliar.