Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, menjelaskan ancaman bagi perusahaan yang telat membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk para pekerjanya.
Penjelasan itu disampaikan Ida saat mendapatkan pertanyaan dari anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini, dalam rapat kerja yang digelar pada Selasa (26/3/2024).
Ida mengatakan, berdasarkan Permenaker No.6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, ada dua sanksi bagi perusahaan yang telat membayarkan THR.
"Denda, 5 persen dari total THR yang harus dibayar, sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar," kata Ida di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.
Ada pun, dari atudan itu disebutkan THR wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Baca juga: DPR Minta Menaker Revisi Aturan Agar Pengemudi Ojol dan Kurir Logistik Terima THR
Kedua, kata Ida, sanksi administratif dikenakan bagi pengusaha yang tidak menbayar THR keagamaan.
"Di situ disebutkan juga, bahwa denda tersebut digunakan untuk kesejahteraan pekerja atau buruh yang diatur dalam PP," ucapnya.
Lebih lanjut, Ida menegaskan pembayaran THR diwajibkan untuk dibayar penuh dan tidak boleh dicicil.
Hal itu sebagainana Surat Edaran (SE) No M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan.
Baca juga: THR 2024 Wajib Dibayar Penuh Tanpa Dicicil Paling Lambat H-7 Lebaran, Telat Bayar Bisa Kena Sanksi
"Di SE kami tegaskan bahwa THR wajib dibayarkan secara penuh dan tidak boleh dicicil," tandasnya.
Sebelumnya dalam rapat tersebut, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar, Yahya Zaini meminta Ida menjelaskan tentang sanksi yang diterima oleh perusahaan apabila tidak membayar THR kepada karyawannya.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR membahas persoalan THR.
"Di sini karena ini merupakan kewajiban, tentu menurut Permenaker Nomor 6 tahun 2016, juga ada sanksi. Sanksinya di sini tidak disampaikan oleh Ibu Menteri, kira-kira sanksinya apa saja? apakah sampai dicabut hak miliknya? Misal untuk operasi, atau seperti apa? Atau hanya ada sanksi administratif belaka misalnya," tanya Yahya.
"Nah kami ingin dapatkan informasi mengenai sanksi tersebut, sebab dengan adanya sanksi tentu akan ada kepatuhan. Kalau sifatnya wajib tidak ada sanksi, maka tentu tidak ada kepatuhan," imbuhnya.