TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Maman Suherman, Kepala Biro Umum dan Pengadaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Februari 2019-Agustus 2020.
Maman Suherman akan diperiksa sebagai saksi untuk mengusut kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Senin (1/4/2024).
KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka TPPU berkat pengembangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Dalam perkara pemerasan dan gratifikasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa SYL.
Politikus Partai NasDem itu didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp 44,5 miliar selama periode 2020-2023.
Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.
Muhammad Hatta dulunya merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.
Sementara Kasdi Subagyono menjadi Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL karena "tidak sejalan".
"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," ujar Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
Baca juga: Diduga Nikmati Duit Panas Kementan, Anak Istri hingga Cucu SYL Bakal Diperiksa KPK
Sejak menjabat sebagai menteri, SYL mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus), Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto (ajudan) untuk melakukan pengumpulan "uang patungan" atau "sharing" dari para pejabat eselon I di Kementan RI.
Uang itu disebut untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.
Selain itu, SYL juga menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.
"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," kata jaksa.