TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait kelanjutan kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiarie atau Eddy Hiariej.
Pernyataan itu disampaikan KPK setelah Eddy menjadi saksi ahli untuk tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming di lanjutan sidang sengketa Pilpres di MK, Kamis (4/4).
"Beberapa waktu lalu gelar perkara sudah dilakukan dan forum sepakat untuk diterbitkan surat perintah penyidikan baru dengan segera," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (5/4).
Sprindik itu sekaligus memastikan KPK akan melanjutkan penyidikan perkara dugaan korupsi kasus suap di Kemenkumham yang melibatkan Eddy.
Ali mengatakan substansi penyidikan yang akan didalami KPK kali ini belum pernah diuji di Pengadilan Tipikor maupun pra peradilan, yang sempat mencabut status tersangka Eddy Hiariej.
Namun, Ali belum bisa lebih jauh berbicara soal itu. Dia bilang perkembangan selanjutnya akan segera diumumkan secara resmi oleh KPK.
"Substansi materi penyidikan perkara tersebut sama sekali belum pernah diuji di pengadilan Tipikor dan praperadilan beberapa waktu lalu hanya menguji keabsahan syarat formilnya saja," kata juru bicara KPK dengan latar belakang jaksa tersebut.
Kehadiran Eddy Hiariej sebagai saksi ahli kubu paslon Prabowo-Gibran di MK sehari sebelumnya sempat menuai protes dari berbagai pihak. Bukan saja dari pemohon, namun juga dari ICW.
Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana mengkritik KPK karena tak kunjung menetapkan lagi Eddy sebagai tersangka setelah status itu sebelumnya dicabut pada 30 Januari lalu.
Menurut Kurnia, KPK mestinya tidak sulit untuk memproses hukum Eddy.
Sebab, hakim tunggal PN Jakarta Selatan yang memutus permohonan Eddy sebelumnya tidak membatalkan penyidikan, namun hanya berkas administrasi penetapan tersangka.
"Maka dari itu, penyidikan masih berjalan dan harusnya penetapan tersangka Eddy bisa dilakukan secara simultan oleh KPK," kata Kurnia.
Eddy Hiariej bersama dua orang dekatnya yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi sempat ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Rp8 miliar.
Mereka disebut menerima suap dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan.
Kala itu, Eddy masih menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham).
Dia lalu menggugat KPK ke PN Jakarta Selatan karena mempermasalahkan status tersangkanya.
Pada 30 Januari lalu, hakim tunggal PN Jakarta Selatan Estiono mengabulkan permohonan praperadilan Eddy.
Estiono menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Eddy tidak sah.(tribun network/ham/dod)