Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal Motor (KM) Dobonsolo berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara menuju Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang.
Kapal ini jadi salah satu kapal yang digunakan untuk mengangkut pemudik dalam program mudik gratis motor naik kapal laut dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama PT PELNI.
Pada keberangkatan Jumat (5/4/2024), KM Dobonsolo mengangkut 2.037 penumpang dan 876 sepeda motor. Kapal angkat jangkar sekitar pukul 16.20 WIB.
KM Dobonsolo berlayar menyusuri Laut Jawa menuju Semarang dengan estimasi 17 jam perjalanan.
Praktis, pemudik melangsungkan buka puasa, ibadah salat tarawih hingga sahur di atas kapal yang melaju 15 knot alias 30 kilometer per jam.
Baca juga: 48 Kapal Beroperasi Angkut 150.680 Penumpang Menuju Bakauheni pada H-3 Lebaran
Ternyata KM Dobonsolo memiliki musala berukuran cukup luas untuk memfasilitasi penumpang wanita dan perempuan melaksanakan ibadah salat wajib maupun sunnah. Termasuk Tarawih, ibadah salat malam yang hanya berlangsung selama bulan Ramadan.
Ketika azan salat Isya berkumandang, para penumpang maupun anak buah kapal (ABK) bergegas menuju musala yang berada di sisi deck 7, bagian sisi belakang kapal.
Ruangan masuk musala bisa dikenali lewat tulisan 'Mushola' yang tertempel di sisi luar pintu.
Ketika salat Tarawih selesai, Tribun Network berbincang dengan Mahmuri, imam salat Isya dan Tarawih malam itu.
Mahmuri merupakan seorang panjarwala, ABK yang bertugas pada deck kapal bagian luar seperti membersihkan karat hingga mengecat kapal.
Ia bercerita, memimpin salat wajib maupun sunnah di atas KM Dobonsolo sejak tahun 1996 hingga sekarang, atau sudah 28 tahun.
Mahmuri merasa terpanggil dan punya tanggung jawab memimpin salat semenjak bertugas di KM Dobonsolo.
"Ini karena kita merasa tanggung jawab, jadi saya semenjak di kapal naik kapal penumpang ini merasa punya tanggung jawab dari tahun 96 sampai sekarang," kata Mahmuri saat berbincang di dalam musala KM Dobonsolo, Jumat.
Pria dengan janggut tipis ini menjelaskan bahwa salat wajib di atas kapal dilangsungkan selama 3 waktu karena dilakukan jamak takdim qasar atau menggabungkan pelaksanaan 2 waktu salat dalam waktu yang sama, dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang sudah memasuki waktu dan meringkas rakaatnya.
Jamak takdim qasar dilakukan untuk salat Maghrib digabung Isya, dan Zuhur digabung Ashar, serta salat Subuh berdiri sendiri.
"Iya, solat 3 waktu kalau di kapal ya. Karena jamak takdm qosor, yang 5 waktu diringkas jadi 3 waktu. Maghrib dengan Isya, 3 rakaat Maghrib dan 2 rakaat Isya. Zuhur dengan Ashar, subuh sendiri," jelasnya.
Perihal arah kiblat di atas kapal yang bergerak, Mahmuri menyampaikan bahwa hal itu disesuaikan sengan posisi laju kapal. Umumnya kata dia, informasi soal arah kiblat akan disampaikan operator anjungan kapal.
Informasi itu yang dijadikan dasar untuk arah kiblat di atas kapal. Dengan kata lain, arah kiblat tidak tetap alias berubah-ubah. Hal ini membuat karpet musala dan berbagai peralatan salat harus disesuaikan merujuk informasi posisi kapal.
"Menyesuaikan, jadi tergantung posisi arah kapal. Nanti biasanya anjungan mengumumkan, jadi berubah - ubah tergantung arahnya," kata Mahmuri.
Cerita lainnya, Mahmuri pernah mengalami saf jemaahnya berantakan ketika salat berlangsung dan pada saat yang sama gelombang laut sedang tidak bersahabat.
Gelombang laut membuat kapal oleng, dan posisi saf jemaah berubah. Dalam kondisi itu, Mahmuri biasanya menyampaikan agar dilakukan salat dengan duduk.
"Kalau dalam keadaan ombak agak kuat, bisa salat dalam keadaan duduk. Jadi lihat kondisinya, kalau masih kuat berdiri kita berdiri," kata Mahmuri.
"Jadi kapal itu oleng, jadi posisi saf itu berubah. Sampai berubah, dalam kondisi seperti itu kita umumkan ke jamaah untuk salat dalam keadaan duduk," ungkap dia.