Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi menyampaikan bahwa tantangan pelindungan WNI ke depan semakin kompleks.
Terlebih jumlah pertumbuhan WNI yang berada di luar negeri juga terus bertambah dari waktu ke waktu.
Hal ini lanjutnya, selaras dengan pertambahan kasus WNI di mana pada tahun 2022 jumlah kasus yang menyeret WNI di luar negeri tercatat mencapai 35.149 kasus.
Angka ini kemudian melonjak 50 persen menjadi 53.598 kasus pada tahun berikutnya atau 2023.
"Tantangan ke depan semakin kompleks. Dari waktu ke waktu, jumlah WNI di luar negeri kian meningkat. Pada tahun 2022, jumlahnya mencapai 35.149. Jumlah ini melonjak lebih dari 50 persen, menjadi 53.598 kasus pada tahun 2023," kata Retno dalam sambutannya di acara Malam Penganugerahan Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award 2023, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024).
Retno juga menyampaikan bahwa kondisi dunia dewasa ini kian diwarnai berbagai dinamika yang turut membuat pelindungan WNI semakin menantang.
Dinamika kasus itu seperti bencana alam, konflik bersenjata di sejumlah negara, hingga perkembangan modus kejahatan transnasional yang kian canggih dengan memanfaatkan teknologi maupun modus baru.
"Selain jumlah kasus, kondisi dunia kian diwarnai berbagai dinamika, mulai dari bencana alam, konflik bersenjata, hingga perkembangan modus kejahatan transnasional yang semakin canggih," ucap Retno.
Apalagi sepanjang tahun 2023, Kemenlu telah melakukan repatriasi atau pemulangan kembali ke tanah air 1.119 WNI dari berbagai situasi darurat di luar negeri.
Repatriasi tersebut termasuk kepada WNI yang berada di zona konflik dan bencana alam.
Baca juga: Sepanjang 2023, Kementerian Luar Negeri RI Pulangkan 1.119 WNI dari Wilayah Konflik
Mulai dari gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,8 magnitudo di Turki dan Suriah, konflik di Sudan, hingga krisis kemanusiaan di Gaza, Palestina.
"Termasuk dari zona konflik dan bencana alam, termasuk gempa bumi yang dahsyat di Turki dan Suriah, serta konflik di Sudan dan krisis kemanusiaan di Gaza, Palestina," ucapnya.
Berkenaan dengan kondisi tersebut, Retno menilai pelindungan WNI harus dilakukan dari hulu dan hilir, bukan hanya pada satu sisi saja.
Seperti kolaborasi erat dengan pemerintah pusat dan perwakilan RI di luar negeri menyoal fasilitasi repatriasi, evakuasi dari daerah konflik, maupun fasilitas layanan kesehatan dan psikologi.
Kemudian penguatan proses hilir seperti edukasi publik soal migrasi yang aman, peogram penyiapan keebrangkatan calon PMI secara tepat, serta kolaborasi dan koordinasi intensif antar pemangku kepentingan dan pemerintahan dan non pemerintahan terkait.
"Pelindungan WNI tidak terbatas pada penanganan dan penyelesaian kasus, namun juga harus menjangkau aspek pencegahan," pungkas dia.