TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, merespons rencana pemerintah memberikan status kewarganegaraan ganda kepada diaspora di sektor teknologi digital, seperti disampaikan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut TB Hasanuddin ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
"Pemerintah harus memberikan penjelasan yang logis mengapa perlu diberikan status kewarganegaraan ganda, apalagi khusus bagi diaspora di sektor tertentu (teknologi digital) Apa alasannya? Apa manfaatnya? Apakah hanya karena kebutuhan ekonomi semata? Atau atas dasar kemanusiaan ini lebih penting," kata Hasanuddin kepada wartawan Kamis (2/5/2024).
Legislator PDIP itu menegaskan, persoalan pemberian status kewarganegaraan ganda tidak bisa direduksi hanya karena untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Konsekuensi hukum dari status kewarganegaraan di Indonesia, kata dia, adalah perlindungan terhadap WNI, dan ini adalah amanah konstitusi.
Artinya, lanjut Hasanuddin, pemerintah harus siap memberikan pelindungan yang sama dan setara terhadap komunitas diaspora yang memiliki status kewarganegaraan ganda nantinya.
"Jika memang pemerintah serius memberikan status kewarganegaraan ganda, maka harus melakukan revisi terhadap UU Kewarganegaraan ganda yang ada dengan melibatkan DPR," ucapnya.
Lebih lanjut Hasanuddin juga menegaskan bahwa ada larangan status kewarganegaraan ganda dalam peraturan perundangan-undangan.
Dasar hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 26 yang berbunyi “warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.”
Baca juga: Sasar Pembiayaan Diaspora untuk Promosikan Produk Indonesia
Kemudian, dalam Undang-Undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak mengakui adanya kewarganegaraan ganda. Hal ini diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 23 sebagai berikut.
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1, menyebutkan “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Selanjutnya, Pasal 23 mengatur bahwa Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;