News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WAWANCARA KHUSUS

Tim Hukum PDIP: MPR Silakan Lantik Prabowo, Gibran Tidak

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kiri) bersama Ketua Tim Hukum PDIP Prof Gayus Lumbuun (kanan) di Gedung Tribun, Palmerah, Jakarta, Senin (6/5/2024). (kiri)

"Saya menemukan surat-surat KPU kepada parpol-parpol, kepada KPUD-KPUD untuk melaksanakan yang salah ini. Isi putusan nomor 90 itu ya. Itu yang prinsip. Nanti pasti banyak lagi tentu akan saya buka di pengadilan selanjutnya di PTUN," terangnya.

Sementara itu, terkait gugatan di PTUN, Gayus memastikan bahwa hal tersebut telah didiskusikan lebih dulu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

Dia juga mengungkapkan pesan yang disampaikan Megawati terkait gugatan tersebut.

"Sebagai Ketua Umum dalam pertemuan kami yang pertama kali untuk masalah ini, beliau hanya mewanti-wanti untuk betulnya hukum mengatur seperti yang kami sampaikan," jelasnya.

Berikut petikan wawancara lengkap dengan Gayus Lumbuun bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra:

Prof, kita mau tahu dari Profesor, ini kayaknya PDI Perjuangan ini belum move on juga terkait dengan Pilpres 2024 hingga mengajukan permohonan ke PT UN. Bisa dijelaskan lho, dasarnya apa mengajukan ke PTUN?

Jadi pertama-tama saya harus menjelaskan dengan lengkap bahwa sengketa pemilu itu tidak diadili oleh satu lembaga saja atau lembaga peradilan yang bernama Mahkamah Konstitusi. Masih ada lembaga-lembaga di luar MK yang bisa mengadili dari proses tahapan pemilu juga.

Yang tadi MK itu adalah hasil suara yang memenangkan salah satu pasangan. Tetapi ada jenis lain yang disebut sebagai proses pemilu atau tahapan-tahapan pemilu yang juga bermasalah menjadikan sengketa. Ini diatur di Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2019. Ini juga undang-undang ya, peraturan lembaga itu undang-undang.

Nah, yang ketiga juga ada yang lain. Kalau tadi yang saya sameng kedua tadi adalah tahapan-tahapan yang diduga menyimpang. Itu harus didahului dengan satu upaya administrasi yaitu bawaslu.

Nah, yang ketiga adalah perbuatan dari pelaksananya yaitu aparatur penjelenggara negara yang bernama KPU. Melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum oleh penyelenggara yang memiliki kekuasaan terhadap proses pemilu.

Ini berbeda, ini juga di PTUN tapi tidak harus melalui bawaslu.

Yang dipersoalkan dari keputusan KPU tanggal 24 itu apanya, Prof?

Saya tidak melihat keputusan yang sebutnya final binding, yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Tapi saya kepada penyelenggaranya, yang disebut melakukan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa yaitu bernama onrechtmatige daad.

Perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Nah, ini mau diatur secara spesifik kemudian ini dilakukan di PTUN.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini