TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengaku bahwa Direktorat PSP sampai menganggarkan perjalanan dinas fikti demi memenuhi keinginan mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Hal ini disampaikannya saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Rabu (8/5/2024).
Awalnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya terkait sumber uang yang dianggarkan oleh Direktorat PSP demi memenuhi keinginan SYL.
Hal tersebut ditanyakan jaksa untuk memastikan terkait keterangan Hermanto bahwa segala keinginan SYL tidak masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggara (DIPA) di Direktorat PSP.
"Tadi saksi sudah menjelaskan di awal kan itu tidak ada anggarannya, tidak ada DIPA-nya. Lalu dari mana sumber uangnya ini bisa pada urunan-urunan untuk memenuhi permintaan itu?" tanya jaksa dikutip dari YouTube Kompas TV.
Lantas, Hermanto menjawab bahwa pihaknya sampai membuat anggaran perjalanan dinas fikti demi memenuhi keinginan SYL.
"Itu umumnya kami siasati apa, kita ambil dari dukungan manajemen perjalanan, misalnya seperti itu, dari perjalanan teman-teman," jawab Hermanto.
Dia menjelaskan maksud anggaran perjalanan dinas fiktif ini adalah dengan tetap mencairkan dana yang tersedia meski tidak digunakan.
Baca juga: Siap-siap Ahmad Sahroni dan Febri Diansyah Cs Dibidik Jaksa KPK Bersaksi di Sidang SYL
Selain itu, Hermanto juga mengatakan dana perjalanan dinas turut disisihkan dan tidak dipakai semua meski sudah dicairkan.
"Pinjam nama itu artinya dia tidak ada perjalanan dinas tapi dicairkan uangnya?" tanya jaksa.
"Iya untuk mengumpulkan (anggaran perjalanan dinas) supaya terpenuhi (keinginan SYL)," jawab Hermanto.
"Hanya untuk memenuhi tadi permintaan tadi (SYL)," tanya jaksa lagi.
"Betul," jawab Hermanto singkat.
Fakta mencengangkan pun disampaikan Hermanto bahwa praktik semacam ini sudah lumrah di Direktorat PSP Kementan.
Namun, dia menjelaskan bahwa hal ini dilakukan lantaran tidak ada jalan lain bagi Direktorat PSP Kementan untuk memenuhi keinginan SYL.
"Nah, kemudian ini kan SPPD-nya dibuat fiktif ya atau pinjam nama, kemudian uangnya cair. Itu yang dipinjam-pinjam nama itu mengetahui nggak proses-proses itu bahwa nama mereka (dicatut)?" tanya jaksa.
"Tahu," jawab Hermanto.
"Oh tahu juga?" tanya jaksa lagi dengan nada kaget.
"Tahu, karena sudah memaklumi kondisinya harus seperti itu, nggak ada lagi jalannya," jawab Hermanto.
"Artinya memaklumi itu dia sudah tahu ini harus dipenuhi untuk memenuhi permintaan tadi?" tanya jaksa.
"Betul," kata Hermanto.
Berbeda dengan beberapa pengakuan saksi lain yang menyebut kepentingan pribadi SYL diminta dari vendor, Hermanto menjelaskan pihaknya menggunakan APBN yang dianggarkan untuk Direktorat PSP.
Pengakuan ini disampaikan Hermanto saat ditanya jaksa terkait kemauan para pegawai Direktorat PSP untuk dicatut namanya demi memenuhi keinginan SYL.
"Sehingga namanya dipakai pun untuk (perjalanan dinas) fiktif mereka mau melakukan itu?" tanya jaksa.
"Iya, karena kita tidak pinjam vendor, hanya APBN sumber kita," kata Hermanto.
Sebagai informasi, dalam perkara ini, SYL didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp 44,5 miliar.
Adapun uang tersebut berasal dari para pejabat eselon I di Kementan serta hasil potongan 20 persen anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan di Kementan sejak 2020 hingga 2023.
SYL pun disebut menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi dan keluarganya seperti membayar cicilan kartu kredit, perawatan kecantikan anaknya, hingga pembelian mobil Alphard miliknya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian