Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) angkat bicara soal adanya auditor bernama Victor yang meminta R p12 miliar demi memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bagi Kementerian Pertanian (Kementan).
Adapun informasi itu muncul dalam fakta sidang perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Rabu, 8 Mei 2024.
Baca juga: KPK Buka Peluang Panggil Auditor BPK yang Minta Rp 12 Miliar Demi Predikat WTP Kementan
"BPK menyampaikan bahwa BPK tetap berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas BPK," tulis keterangan resmi yang diunggah dalam situs BPK, Jumat (10/5/2024).
Disebutkan, pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK dilakukan berdasarkan standar dan pedoman pemeriksaan serta dilakukan reviu mutu berjenjang (quality control dan quality assurance).
"Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik," tulis keterangan.
Baca juga: Daftar Panjang Kasus Korupsi yang Pernah Menyeret Auditor BPK, Ada Kasus E-KTP
BPK disebut menghormati proses persidangan kasus SYL tersebut, dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
BPK juga mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik, standar dan pedoman pemeriksaan.
"Untuk itu, BPK telah membangun sistem penanganan atas pelaporan pelanggaran [whistleblowing system] dan program pengendalian gratifikasi untuk memitigasi risiko terjadinya pelanggaran kode etik BPK, termasuk pemrosesan dan pemberian hukuman kepada oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik, melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK," kutip keterangan.
Diberitakan sebelumnya, Kementan disebut-sebut mengguyur Rp 5 miliar untuk auditor BPK demi mendapat predikat WTP.
Hal itu merupakan fakta yang terungkap di persidangan kasus korupsi eks Mentan SYL, Rabu, 8 Mei 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saksi Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto, menerangkan bahwa pada awalnya auditor BPK meminta Rp12 miliar.
"Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?" tanya jaksa penuntut umum di persidangan.
Baca juga: Isu Suap Rp 12 Miliar, KPK Diminta Periksa Pejabat BPK Terkait Kasus di Kementan
"Ada. Waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan. Rp12 miliar oleh Pak Victor [Auditor BPK tadi]," jawab Hermanto.
Usut punya usut, rupanya opini WTP oleh BPK ini terganjal proyek strategis nasional Food Estate.
Berdasarkan keterangan Hermanto, terdapat beberapa temuan BPK terkait proyek tersebut, khsusunya dari sisi administrasi.
"Contoh satu temuan food estate, itu temuan kurang kelengkapan dokumen, administrasinya. Istilah di BPK itu bayar di muka dan itu belum menjadi TGR. Jadi itu ada kesempatan kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan" kata Hermanto.
Namun Kementan tak menyanggupi Rp12 miliar, tetapi hanya Rp5 miliar. Uang Rp5 miliar itu dipastikan diterima pihak BPK.
"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp12 M itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" kata jaksa.
"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar," ujar Hermanto.
Uang Rp5 miliar untuk auditor BPK itu menurut Hermanto diperoleh dari para vendor yang menggarap proyek-proyek Kementan.
Adapun yang menagihkan kepada para vendor ialah eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta.
"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp5 M itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.
"Vendor," jawab saksi Hermanto.
Baca juga: Kementerian Pertanian Era SYL Beli WTP Rp5 Miliar ke Auditor BPK: Harga Awalnya Rp12 Miliar
Dengan dibayarkannya Rp5 miliar ke BPK, tak lama kemudian Kementan memperoleh opini WTP.
"Selang beberapa lama kemudian keluar opininya?" ujar jaksa penuntut umum KPK.
"Keluar. WTP itu keluar," kata Hermanto.
Sebagai informasi, keterangan ini diberikan atas tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo; eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.
Dalam perkara ini SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp44,5 miliar. Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp44.546.079.044," kata Jaksa KPK Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama: Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga: Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.