TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai larangan untuk menyiarkan konten ekslusif jurnalisme investigasi adalah keblinger.
Larangan itu termuat dalam Pasal 50 B Ayat (2) Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran tertanggal 27 Maret lalu.
Mahfud MD menegaskan sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang bisa melakukan investigasi.
"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," kata Mahfud MD dalam keterangannya, Rabu (15/5/2024).
Menko Polhukam periode 2019-2023 itu menilai, melarang jurnalis-jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset.
"Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," ujar Mahfud.
Mahfud menganggap hari ini konsep hukum politik kita semakin tidak jelas dan tidak utuh. Sehingga, pesanan-pesanan terhadap UU yang bergulir hanya kepada yang teknis.
Baca juga: Roy Suryo: Ada Apa Apanya Draft UU Penyiaran?
Padahal, kata dia, jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran.
Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.
"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," ucap Mahfud.