TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTSS) yang dilaksanakan PT Hutama Karya (Persero) tahun anggaran 2018-2020 yang diduga berujung rasuah dan merugikan negara.
Satu di antara dugaan perbuatan rasuah yang didalami terkait pengadaan lahan itu terkait peruntukan atau fungsinya.
Dugaan rasuah itu didalami tim penyidik KPK saat memeriksa Direktur Utama PT Hutama Karya Budi Harto sebagai saksi kasus ini pada Rabu, 5 Juni 2024.
"Ya itu kan memang jalan di sekitaran itu yang kebetulan kemudian fungsi-fungsinya untuk apa, ya sedang kami dalami, di jalan sekitaran jalan tol itu kan kemudian ada tanah-tanah di sekitarnya kan yang kemudian kami masih dalami pengadaannya terkait apa," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (7/6/2024).
Namun, Ali enggan memerinci lebih lanjut. Termasuk saat disinggung apakah pengadaan lahan diperuntukan untuk membangun kompleks perumahan, perkantoran atau rest area jalan tol.
Sejauh ini tercatat terdapat tujuh rest area JTTS Ruas Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (Tol Terpeka) yang dikelola PT Hutama Karya Realtindo (HKR), anak usaha PT Hutama Karya.
Tujuh rest area yakni di KM 163 A, KM 172 B, KM 208 A, KM 277 A, KM 269 B, KM 311 A dan 306 B.
Rencananya, pada pertengahan tahun 2024 ini akan ada penambahan dua rest area yaitu di KM 234 A dan KM 215 B sehingga total sembilan rest area yang akan dikelola oleh HKR.
"Nah justru itu yang menjadi substansi penyidikan," kata Ali.
Baca juga: KPK Periksa 3 Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Jalan Tol Trans Sumatera oleh PT Hutama Karya
Usai diperiksa, Budi Harto mengaku ditanya seputar pembelian lahan di luar JTTS.
Menurut Budi, lahan itu untuk properti. Namun, dia tidak memerinci properti yang dimaksud dalam pemberian lahan tersebut.
"[Diperiksa terkait] ada pembelian lahan, bukan untuk Tol Sumatra, di luar jalan tol, [untuk] properti," kata Budi Harto.
Selain Budi Harto, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lainnya, yaitu Eka Setya Adrianto selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT Hutama Karya dan Irza Dwiputra Susilo selaku swasta.
Diketahui, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi di PT Hutama Karya (Persero).
Dugaan korupsi ini terkait dengan pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera pada 2018 hingga 2020.
Ditaksir kasus korupsi ini merugikan keuangan negara hingga belasan miliar rupiah.
Baca juga: KPK Geledah Kantor Pusat Hutama Karya Terkait Korupsi Pengadaan Lahan di Sekitar Tol Trans Sumatera
Saat ini KPK sedang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti nilai kerugian keuangan negara.
KPK menduga proyek pengadaan lahan JTSS melawan hukum. Dugaan itu atas temuan sejumlah dokumen yang telah dikantongi tim penyidik KPK.
Tim penyidik KPK menemukan sejumlah dokumen pengadaan lahan JTSS saat menggeledah kantor Hutama Karya dan kantor Hutama Karya Realtindo beberapa waktu lalu.
Dalam dokumen tersebut, tercantum item-item pengadaan yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
Lembaga antikorupsi memastikan akan menganalisis lebih lanjut temuan tersebut untuk mengembangkan penyidikan kasus korupsi ini.
Baca juga: KPK Usut Dugaan Korupsi di Hutama Karya Terkait Pengadaan Lahan Tol Trans Sumatera
Dalam penanganan perkara yang dilakukan KPK, peningkatkan status perkara ke tahap penyidikan diiringi dengan penetapan tersangka.
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, ada tiga orang yang telah dijerat atas kasus ini.
Yakni, mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo; eks Kadiv Pengembangan Bisnis Jalan Tol PT Hutama Karya, M. Rizal Sutjipto; dan Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen.
Ketiganya telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham atas permintaan KPK.