TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Nusakom Pratama Institut, Ari Junaedi mengkritisi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hasto diperiksa terkait kasus dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019–2024 dengan tersangka eks caleg PDIP Harun Masiku yang sudah buron empat tahun lamanya.
Ari mengatakan, KPK sudah bersalin rupa menjadi kepanjangan tangan rezim yang anti kritik.
"Pertama para tersangka yang terlibat di pusaran kasus pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku seperti komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina serta perantara yang bernama Saeful Bahri telah mendapat vonis hukuman. Justru tidak tertangkapnya Harun Masiku yang buron selama 4 tahun lebih menjadi bukti kegagalan KPK," kata Ari kepada wartawan, Senin (10/6/2024).
Menurutnya, pemanggilan Hasto oleh KPK sangat kental aromanya dengan kekritisan Hasto terhadap pemerintahan saat ini.
Terlebih, beberapa waktu lalu Hasto diperiksa Polda Metro Jaya. Ari menilai, pemanggilan Hasto menjadi sinyal pembungkaman suara-suara yang dianggap berseberangan.
KPK diketahui belakangan ini kembali melacak keberadaan Harun Masiku dengan memeriksa sejumlah saksi.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa seorang pelajar atau mahasiswa bernama Melita De Grave, Jumat (31/5/2024).
Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mencecar Melita mengenai pihak yang diduga mengamankan keberadaan Harun Masiku.
Melita diduga memiliki informasi yang dibutuhkan KPK terkait keberadaan Harun.
Baca juga: Hasto Digilir Pemeriksaan Polda Metro dan KPK, PDIP Panas Terang-terangan Serang Jokowi
Tak hanya Melita, KPK juga telah memeriksa seorang pengacara bernama Simeon Petrus dan seorang pelajar lainnya bernama Hugo Ganda.
Keduanya dinilai memiliki informasi penting yang dibutuhkan tim penyidik KPK dalam menelusuri keberadaan Harun Masiku.
Tak hanya soal keberadaan, KPK mengendus adanya upaya menghalangi pencarian Harun Masiku.
Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu.
Saat itu, tim satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H. Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang sejak 29 Januari 2020.
Hingga kini, KPK belum mampu membekuk Harun Masiku.