Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI menyoroti potensi kekayaan intelektual (KI) sebagai motor pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa patut terus dikembangkan dan ditingkatkan.
Tercatat kontribusi KI untuk sektor ekonomi kreatif sebesar 7,6 persen atau kurang lebih Rp1.280 triliun.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, ekosistem KI adalah sebuah siklus berkelanjutan yang melibatkan sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan yang terdiri dari tiga elemen utama, yaitu kreasi, proteksi, dan utilisasi.
Ia mengungkapkan, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ekosistem KI yang matang dan berkelanjutan.
"Pembangunan ekosistem KI saat ini masih berada pada tahap awal, artinya masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai kematangan dan keberlanjutan," kata Yasonna, saat membuka Puncak Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia: Forum Indikasi Geografis Nasional, Temu Bisnis & Apresiasi Insan Kekayaan Intelektual 2024, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Oleh karena itu, menurut Yasonna, peningkatan kapasitas masyarakat mengenai KI merupakan langkah awal untuk membangun ekosistem KI.
Dalam realisasinya saat ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham telah membentuk National Intellectual Property Academy (NIPA), yang dikenal dengan nama Indonesia IP Academy, pada 7 Juli 2023.
Baca juga: Ini Jenis Hak Kekayaan Intelektual yang Penting Bagi Pengusaha Ekonomi Kreatif, Apa Saja?
Pembentukan Indonesia IP Academy sebagai pusat edukasi KI Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas berbagai pemangku kepentingan, dan menyediakan informasi dan pemanfaatan KI.
Tak hanya itu, Indonesia juga aktif dalam berbagai forum KI Internasional, satu di antaranya yakni Diplomatic Conference on Genetic Resources and Associated Traditional Knowledge (GRATK/DC) di Jenewa, Swiss, pada 13 sampai dengan 24 Mei 2024.
"Dalam forum tersebut, Indonesia menyampaikan pentingnya instrumen hukum internasional untuk melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, serta peran WIPO dalam mewujudkan upaya-upaya tersebut," ujar Yasonna.
Kemudian, Yasonna menyoroti indikasi geografis (IG) berpotensi meningkatkan ekonomi secara signifikan.
Adapun Kemenkumham menetapkan tahun 2024 sebagai Tahun Indikasi Geografis. Hal ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan pendaftaran, mempromosikan, serta memberdayakan produk-produk indikasi geografis Indonesia.
Baca juga: Wamenparekraf Sebut Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Mampu Bantu Pengusaha Gaet Investor
Kata Yasonna, IG berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi wilayah dengan meningkatkan nilai jual produk dan membuka peluang ekspor.
Sebagai contoh, Garam Amed di Bali yang nilai jualnya meningkat dari Rp4.000/kilogram menjadi Rp35.000/kilogram setelah terdaftar sebagai produk IG.
Selain itu, Kopi Gayo dari Aceh yang nilai jualnya meningkat dari Rp50.000/kilogram menjadi Rp120.000/kilogram setelah terdaftar sebagai produk IG di Uni Eropa.
Hingga saat ini, Yasonna menyebut, telah terdaftar sebanyak 138 produk IG dari berbagai wilayah di Indonesia dan 15 produk IG terdaftar dari luar negeri. Menurutnya, jumlah tersebut masih harus ditingkatkan karena Indonesia memiliki potensi sumber daya yang melimpah.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Kekayaan Intelektual Min Usihen menyampaikan seluruh rangkaian kegiatan Forum Indikasi Geografis Nasional, Temu Bisnis, dan Apresiasi Insan KI merupakan puncak dari rangkaian Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia 2024, yang sudah dimulai sejak 26 April 2024.