News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Udara Jakarta Memburuk, Pimpinan Komisi VII DPR: Transisi Energi Harus Dipercepat

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Komisi Energi di DPR Eddy Soeparno. Ia menegaskan, kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia sudah sangat memprihatinkan sehingga proses transisi energi mendesak harus segera dilaksanakan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kota Jakarta pada hari Minggu (23/6/2024) pagi, kembali dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk ke 3 di dunia setelah Beijing (China) dan Kinshasa (Kongo).

Berdasarkan data resmi IQAir pukul 05.40 WIB, angka partikel halus sebesar 2,5 di angka konsentrasi 74 mikrogram per meter kubik.

Nilai ini setara 14,8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua Komisi Energi di DPR Eddy Soeparno menegaskan, kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia sudah sangat memprihatinkan sehingga proses transisi energi mendesak harus segera dilaksanakan.

"Kualitas udara di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Tangerang Selatan dan lain-lain sudah masuk kategori membahayakan kesehatan. Kalau tidak ada tindakan serius maka dampak buruknya akan semakin meluas. Buat saya tidak ada pilihan lain kita harus kebut program transisi energi," ujarnya.

Ia menjelaskan, memburuknya kualitas udara di Jakarta dan kota-kota besar lain sudah pada tahap harus diselesaikan dengan pendekatan manajemen krisis dan bukan lagi pendekatan business as usual semata.

"Pendekatan terhadap masalah ini tidak bisa lagi business as usual tetapi harus dengan crisis management supaya semua pemangku kepentingan memberikan prioritas agar sumber energi fosil yang saat ini mendominasi bisa digantikan dengan sumber energi dari geothermal, hidrogen, matahari, angin, biomassa atau minimal gas alam," jelasnya.

Sekjen PAN ini menjelaskan, selama hampir 5 tahun menjabat pimpinan di Komisi Energi DPR RI, ia selalu mendesak agar percepatan transisi energi tidak hanya berupa lip service tetapi perlu direalisasikan secepatnya.

"Potensi sumber energi terbarukan Indonesia melimpah dan pendanaan dalam dan luar negeri pun tidak sulit untuk diakses. Tinggal kita bersepakat untuk mencapai solusi kolektif atas sejumlah permasalahan klasik yang selama ini menghambat proses transisi energi," tegasnya.

Eddy mengakui saat ini Indonesia menghadapi sejumlah kendala di depan mata seperti surplus listrik di sejumlah daerah, tarif yang lebih mahal, kebutuhan investasi yang tinggi dan permasalahan jaringan & transmisi.

"Namun saya tegaskan bahwa permasalahan ini bukan tidak ada jalan keluarnya, apalagi sejumlah opsi untuk menyelesaikan masalah-masalah ini telah dibahas oleh pihak pemerintah, pelaku usaha maupun kami di Komisi VII DPR RI. Tinggal dilaksanakan dan harus dilaksanakan segera," lanjut politisi dengan pengalaman berkarir selama 20 tahun di sejumlah lembaga perbankan  internasional.

Faktanya, lanjut Eddy, tahun 2023 investasi sektor energi terbarukan relatif rendah. Hal ini tentu tidak boleh terulang di tahun 2024 apalagi menjadi tren di tahun-tahun mendatang.

"Saya pribadi menilai bahwa para pengambil kebijakan perlu duduk bersama untuk merumuskan solusi dan capaian jangka pendek, sekaligus merancang platform teknis, finansial dan operasional untuk dijadikan panduan dalam mereduksi energi fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan."

BPBD DKI Siapkan Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Atasi Polusi

Terpisah, Pemprov DKI Jakarta pun terus berupaya menekan angka polusi, salah satunya dengan menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini