TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof Dr KH Nasaruddin Umar meluncur tiga buku, yang disebutkannya sebagai salah satu karya terbaik.
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang hadir pada acara peluncuran mengapresiasi Nasaruddin konsisten berjuang di bidangnya, demi kepentingan bangsa.
Acara peluncuran buku ini bertepatan dengan perayaan milad ke-65 Nasaruddin Umar. OSO menyampaikan selamat ulang tahun dan selamat atas peluncuran buku-buku Nasaruddin Umar.
"Sebagai tokoh agama, dia mengakomodir berdasarkan Pancasila. Saya ucapkan selamat ulang tahun semoga panjang umur dan teruslah berjuang," kata OSO dalam acara peluncuran buku di Hotel Borobudur, Jakarta, Minggu (23/6/2024).
"Pak Prof Nazaruddin ini benar-benar luar biasa. Dia diterima oleh milenial karena mengingatkan kesabaran, jadi kesabaran diutamakan. Persis seperti jiwanya sendiri menghadapi orang. Cara bicaranya halus," tutur OSO.
Selain OSO, acara ini juga dihadiri oleh banyak tamu undangan, di antaranya mantan Menko Polhukam Mahfud MD, hingga mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla menambahkan, Nasaruddin Umar merupakan salah satu tokoh besar di Indonesia. "Beliau ini Imam Besar di masjid yang terbesar," ucap OSO.
"Pak Nasaruddin ini saya kira merupakan Kiai yang dapat diterima oleh semua pihak," kata pria yang akrab disapa JK ini. "Selamat ulang tahun. Harapannya, tetap memberikan nasehat, pedoman hidup, dan tetap memberikan kedamaian," tambah JK.
Ada tiga buku yang diluncurkan pada kesempatan itu. Buku tersebut berjudul Nasionalisme Indonesia, Moderasi Beragama dan Tantangan Masa Depan Umat, serta Fikih Ekonomi Kontemporer.
Nasaruddin menjelaskan, buku Nasionalisme Indonesia merupakan skripsi miliknya saat hendak meraih gelar S1. Buku itu kemudian diperdalam, menjadi salah satu karya terbaiknya.
"Nasionalisme Indonesia itu salah satu buku terbaik saya," imbuh Nasaruddin.
Dia menambahkan, buku ini menjadi salah satu karya terbaik karena di dalamnya kaya akan referensi dari filsuf dunia, sebut saja Plato, bahkan Karl Marx. Sayangnya, lanjut Nasaruddin, buku-buku serius semacam ini cenderung tidak laku di Indonesia.
"Tapi yang iseng saya tulis itu yang laku. Jadi ada sesuatu yang valid secara intelektual tapi tidak diminati masyarakat apakah grade bangsa kita seperti ini suka mengkonsumsi yang populer," ucapnya.
Nasaruddin melanjutkan, buku Nasionalisme Indonesia memuat tentang bagaimana setiap elemen bangsa harus memperlakukan budaya dari luar. Budaya dari tidak boleh hanya dianggap sebagai imigran gelap, tidak pula semuanya diadopsi.
"Jadi kalau kita anggap sebagai imigran gelap, akan menghasilkan bangsa itu sendiri. Tapi juga jangan sebaliknya, apapun yang datang dari luar itu kita terima tanpa selektif. Justru itu saya kemukakan di sini nasionalisme di Indonesia itu kayak apa," katanya.