Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik di tanah Papua menjadi sorotan Komisi untuk Orang Hilang Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada saat Polri merayakan Hari Ulang Tahunnya ke-78.
Selain TNI, Polri sebagai institusi yang juga bertugas dalam urusan keamanan di Papua, dinilai turut menjadi korban dalam konflik berlarut-larut di Bumi Cendrawasih.
Dalam kurun waktu setahun terakhir sejak Juli 2023 hingga Juni 2024, KontraS mencatat adanya tujuh anggota Polri yang tewas saat bertugas di Papua.
"Selain warga sipil, KontraS juga melihat ada tujuh anggota Kepolisian, anggota Polri yang meninggal dunia di tanah Papua sepanjang setahun ini," ujar Hans G Yosua dari Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS dalam rilis Laporan Hari Bhayangkara 2024 di Jakarta, Senin (1/7/2024).
Baca juga: Pihak Keluarga Ungkap Belum Terima Rekaman CCTV Serta Hasil Otopsi Jenazah Afif Maulana
Sedangkan, dari kalangan warga, KontraS mencatat adanya enam korban tewas dan 34 orang terluka dalam kurun waktu setahun.
Berdasarkan catatan KontraS, jumlah korban, baik dari polisi maupun warga merupakan akibat dari konflik maupun tindak kekerasan yang dilakukan oknum.
"Baik itu karena konflik yang terjadi atau sebagai dampak dari situasi adanya kekerasan yang terjadi di tanah Papua. Jadi kalau diihat, sebenarkan daam konteks kekerasan di tanah Papua, anggota Polri pun juga menjadi korban. Begitu pun dengan warga sipil," ujar Hans.
Terkait tindak kekerasan, dalam kurun waktu setahun terakhir, tercatat ada 19 peristiwa yang dilakukan oknum polisi di Papua.
Tindak kekerasan yang dilakukan berupa delapan penangkapan secara sewenang-wenang, enam penembakan, dan lima penganiayaan kepada warga sipil.
Baca juga: Polisi Ulang Tahun ke-78, KontraS Beberkan 15 Peristiwa Salah Tangkap dalam Setahun
Ironisnya, tindak kekerasan ini terjadi terus berulang setiap tahunnya.
"Kami melihat bahwa dari tahun ke tahun peristiwa kekerasan di tanah Papua ini terus berulang," kata Hans.
Menurut Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, tindak kekerasan yang dilakukan oknum tersebut kepada warga Papua biasanya bermula dari kecurigaan tak mendasar terkait Organisasi Papua Merdeka (OPM) alias Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Kecurigaan-kecurigaan tak mendasar itu dilakukan dengan alasan keamanan.
"Kerap dilakukan dengan tindakan diskriminasi kepada orang asli Papua dengan melakukan sejumlah kecurigaan tidak berdasar, berdasarkan ras dan juga keterlibatan mereka dalam organisasi OPM," ujar Dimas.
*Foto: Rilis Laporan Hari Bhayangkara 2024 oleh KontraS di Jakarta, Senin (1/7/2024).