News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus BLBI

Sebut Kejahatan Ekonomi Terbesar, Hardjuno Ingatkan Kasus BLBI Tetap Harus Jadi Perhatian

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho bersama Guru Besar Hukum dari Universitas Airlangga Surabaya, Suparto Wijoyo

Sebut Kejahatan Ekonomi Terbesar, Hardjuno Kembali Ingatkan Skandal BLBI Tetap Harus Jadi Perhatian Pemerintah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, menegaskan obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah merampas hak hidup dan masa depan rakyat Indonesia.

Betapa tidak, biaya bunga utang negara mencapai 700 triliun rupiah setiap tahunnya, dan angka ini terus bertambah secara majemuk.

Situasi ini menciptakan beban berat yang harus ditanggung oleh masyarakat.

Hardjuno kembali mengingatkan bahwa skandal BLBI dan obligasi rekap BLBI bukan hanya masalah ekonomi tetapi juga masalah keadilan dan penegakan hukum.

Dalam pandangannya, penanganan BLBI sering kali hanya menjadi lips service atau sekadar janji politik tanpa tindakan nyata.

Padahal yang paling penting adalah tindakan konkret untuk mengejar para pelaku dan memastikan uang negara dapat dikembalikan.

Dia mengaku sejak skandal ini mencuat, pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikannya.

Baca juga: Menkopolhukam Hadi Tjahjanto Ungkap Masa Kerja Satgas BLBI akan Diperpanjang

Salah satu perkembangan terbaru adalah pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Satgas ini telah berhasil mengamankan aset yang diklaim senilai Rp 111,2 miliar, termasuk beberapa properti di Jakarta Selatan.

“Meskipun demikian, langkah Satgas BLBI ini masih jauh dari cukup karena aset itu belum diuangkan artinya valuenya baru value klaim. Dan lagi, itu baru BLBI-nya, masih ada masalah obligasi rekap BLBI. Kerugian karena bayar bunga obligasi rekap ini yang musti segera dimoratorium,” kata Hardjuno, Jumat (5/7/2024).

Dr (Cand) Mahasiswa Program Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga ini menekankan di situasi tekanan ekonomi dan beban fiskal yang sangat berat seperti tahun-tahun ini, moratorium pembayaran bunga rekap dan penyitaan aset para pengemplang BLBI musti berjalan beriring.

“Pemerintah harus berani berhenti membayar bunga rekap yang terus menambah beban keuangan negara dan memberikan dukungan penuh kepada Satgas BLBI untuk menuntaskan penarikan piutang negara dari para obligor BLBI,” tandas Hardjuno.

Dengan menekan pengeluaran bunga obligasi rekap, pemerintah dapat lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini