News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

SYL Menangis di Persidangan: Seolah-olah Saya Sebagai Manusia yang Rakus dan Maruk

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjadi saksi untuk terdakwa lainnya Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/6/2024). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi mahkota atau terdakwa yang dijadikan saksi untuk terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

“Isu liar dan tuduhan sesat terus terkapitalisasi, seolah-olah saya sebagai manusia yang rakus dan maruk,” ujar SYL di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Mantan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo (SYL) membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7/2024).

SYL terdakwa kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian sempat menangis saat menyampaikan pembelaannya.

SYL yang juga Mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini menangis ketika menyebut rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan,  terkadang masih kebanjiran.

SYL mengatakan tidak memiliki niat korupsi sebab jika memiliki niat itu harusnya saat masih menjabat kepala daerah.

“Apabila saya memang berniat melakukan itu saya pasti sudah melakukannya sejak dari dulu menjabat di daerah,” kata SYL.

SYL mengatakan tidak melakukan korupsi selama karirnya sebagai birokrat.

“Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran Bapak, yang di Makassar itu, saya tinggal di BTN. Saya enggak bisa disogok-sogok orang, Yang Mulia, enggak biasa,” kata SYL.

Tuding Ada Pembentukan Opini

SYL menyebut ada pembentukan opini dan tekanan luar biasa dari pihak tertentu terhadap dirinya dan keluarga dalam kasus dugaan korupsi di Kementan.

“Saya membaca pledoi ini dalam ruang sesak pengadilan. Dimana sirkulasi informasi dalam kesaksian selama ini bagai langit mendung yang kadang mengandung guntur dan petir bagi saya,” kata SYL.

Sebagai warga negara yang taat hukum, ia meyakini bahwa dalam sidang inilah cahaya keadilan yang terang benderang akan didapatkan melalui putusan majelis hakim yang terhormat.

“Majelis hakim yang terhormat, betapa sulit membuat nota pembelaan ini di tengah fisik dan psikis serta usia saya yang memasuki 70 tahun saat ini, di mana kondisi tersebut sudah melemahkan tingkat kemampuan fokus dan memori saya dalam menyusun kata-kata," ujarnya.

Baca juga: SYL Merasa Kasusnya Dipolitisasi: Apakah Karena Beda Pilihan dengan Keinginan Pemegang Kekuasaan?

Dia mendengar informasi bahwa terjadi pembentukan atau framing opini yang mengarah pada cacian, hinaan, olok-olok, serta tekanan yang luar biasa dari pihak tertetu kepada dirinya dan keluarganya,  baik di tingkat pemeriksaan maupun di proses persidangan.

Pembentukan opini tersebut, kata dia, mulai dari berita bohong atau hoaks yang menyebut dirinya menghilang dan melarikan diri pada saat melaksanakan tugas negara di luar negeri.

Sampai pada hal-hal yang menurutnya melampaui batas adab masyarakat Indonesia.

“Hal tersebut membuat saya hampir merasa putus asa, mengingat saya selama ini hanya berniat untuk bekerja memberikan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara di seluruh rakyat Indonesia, dan menjadikan tugas tanggung jawab saya menjadi bagian dari ibadah saya kepada Tuhan Yang Maha Esa baik sebagai aparatur maupun anggota masyarakat," ujarnya.

SYL mengatakan pembentukan opini tersebut seakan menjadi vonis yang mendahului putusan hakim.

Ia menyebut hal itu membuat orang-orang yang ingin memberi dukungan kepada dirinya menjadi panik dan ketakutan.

“Seakan tuduhan kepada saya ini bisa menyeret semua orang yang pernah berkenalan dan menjalin silaturahmi dengan saya baik dalam kedinasan maupun pergaulan.”

“Bukankah hukum dibentuk untuk membuat keteraturan dan kedamaian, bukan menebar ketakutan dan fitnah, apalagi sepemahaman saya, asas praduga tak bersalah, presumption of innocence, harusnya dijunjung tinggi oleh semua orang serta memberi hak jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi warga negara di bumi tercinta ini,” ujarnya.

Ia mengatakan, sejak awal dimulainya pemeriksaan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat dirinya, pembentukan opini dilakukan dengan hebat.

“Isu liar dan tuduhan sesat terus terkapitalisasi, seolah-olah saya sebagai manusia yang rakus dan maruk,” ujar SLY.

“Hal tersebut saya yakini dirangkai untuk memengaruhi publik dan membunuh karakter saya dan mungkin juga berniat untuk memengaruhi majelis hakim dalam memutuskan perkara ini, bahkan kelihatannya ada yang ingin menarik popularitas pada kasus ini,” kata dia.

SYL juga menyebut dalam proses persidangan, dia merasa tuduhan dan fitnah keji datang dari orang-orang yang sudah ia anggap dekat dengan dirinya.

“Saudara Panji yang saat itu saya angkat sebagai ajudan karena pertimbangan mempunyai latar belakang pegawai Kementan yang masih muda dan bebas kepentingan, dengan harapan mampu mengawal dan menjaga saya dan menjalankan tugas dari hal-hal yang dapat merugikan saya sebagai menteri, namun tak disangka melemparkan tuduhan-tuduhan tak berdasar dengan berbagai asumsi dan rekayasa informasi,” kata SYL.

“Dengan pemanfaatan posisi sebagai orang dekat menteri dan bertugas setiap saat di samping menteri, terlebih tuduhan Panji tersebut menyeret-nyeret keluarga saya dan menggambarkan sesuatu yang berlebihan, yang pada faktanya memperkuat alibinya untuk menjalankan peran seolah-olah untuk kepentingan menteri,” sambungnya.

Kronologi Singkat Kasus SYL

Pada persidangan sebelumnya, SYL dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Selain pidana badan, eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider pidana enam bulan kurungan.

SYL turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider 4 tahun kurungan.

Jaksa KPK menilai SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

Pemerasan itu dilakukan bersama-sama dengan dua anak buahnya, yaitu mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat Pertanian Muhammad Hatta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini