News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

KPK Balas Pleidoi SYL Pakai Pantun hingga Sindiran, Sebut Eks Mentan Agak Lain

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024). Cara KPK tanggapi pleidoi SYL, mulai dari berpantun, menyindir hingga sebut eks mentan agak lain karena minta dibebaskan dan hartanya dikembalikan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa KPK punya cara sendiri menanggapi pleidoi eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Satu di antaranya dengan berpantun, pantun itu disampaikan di awal persidangan dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pleidoi SYL.

Replik dibacakan jaksa KPK dalam persidangan Senin (8/7/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

"Kota Kupang, Kota Balikpapan.

Sungguh indah dan menawan.

Katanya pejuang dan pahlawan.

Dengar tuntutan nangis sesengukan.

Kata jaksa Meyer Simanjuntak saat mengawali pembacaan replik atas pleidoi SYL.

Dalam repliknya, jaksa juga menilai bahwa pleidoi SYL cenderung dramatis dan puitis.

Padahal hal tersebut menurut jaksa tidak bisa mengapus tindak pidana yang telah didakwakan kepada SYL.

Jaksa KPK Balas Tangisan SYL Pakai Pantun, Sebut Pleidoi SYL Dramatis

Tangisan eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam persidangan pleidoi atau nota pembelaan Jumat (5/7/2024) lalu mendapat sambutan dari jaksa penuntut umum KPK.

Jaksa membalas tangisan SYL itu dengan sebuah pantun pada awal persidangan pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pleidoi SYL.

Replik dibacakan jaksa KPK dalam persidangan Senin (8/7/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

"Kota Kupang, Kota Balikpapan.

Sungguh indah dan menawan.

Katanya pejuang dan pahlawan.

Dengar tuntutan nangis sesengukan," kata jaksa Meyer Simanjuntak saat mengawali pembacaan replik atas pledoi SYL.

Dalam repliknya, jaksa menilai bahwa pleidoi SYL cenderung dramatis dan puitis.

Padahal hal tersebut menurut jaksa tiadak bisa mengapus tindak pidana yang telah didakwakan kepada SYL.

"Dan tidaklah membuat kita semua menjadi lupa akan fakta persidangan yang terang-benderang berisi perbuatan perbuatan koruptif begitu meraja-lela yang dilakukan terdakwa saat menjabat sebagai Menteri Pertanian," ujar jaksa.

Baca juga: Istri, Anak hingga Cucu Kenyang Nikmati Uang Kementan, SYL Pasang Badan di Persidangan

Selain itu, pleidoi yang disusun SYL juga dinilai jaksa hanya berisi pembenaran untuk lari dari tanggung jawab hukum.

Adapun alibi-alibi pembelaan SYL, disebut jaksa hanya berasal dari keterangan SYL dan keluarganya semata.

"Pembelaan dari terdakwa hanya bersumber dari keterangan terdakwa sendiri yang mempunyai hak untuk megingkari dan keterangan dari keluarga terdakwa sendiri yang sudah pasti membela terdakwa meskipun salah," ujar jaksa.

SYL Nangis saat Bacakan Pledoi

Sebelumnya, tangisan SYL dalam persidangan pleidoi pecah saat dia mengingat hari ulang tahun istrinya, Ayun Sri Harahap yang bertepatan dengan sidang pembacaan pleidoi, yakni Jumat (5/7/2024).

"Izinkan pula saya menyampaikan pesan kepada keluarga saya, lebih khusus istri saya yang ulang tahun pada hari ini," ujar SYL sembari menangis di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Kemudian SYL juga menangisi kedua kakaknya yang kerap mendampingi di persidangan.

Namun kedua kakaknya wafat saat perkara ini bergulir.

"Pada saat saya bersidang, dua kakak saya meninggal dunia, Yang Mulia. Kakak yang sering mengawal di persidangan ini mereka," kata SYL sesenggukan.

Tak hanya soal keluarga, tangis SYL juga pecah saat mengungkit kondisi rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan.

SYL mengklaim bahwa dirinya tidak korupsi, sebab jika seperti itu, katanya dia sudah menjadi orang kaya saat ini.

"Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran, bapak, yang di Makassar itu. Saya tinggal di BTN," ujar SYL sembari menangis.

Jaksa KPK: SYL Agak Lain

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai adanya keanehan dalam pleidoi atau nota pembelaan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo dan tim penasihat hukumnya dalam perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Penilaian itu disampaikan jaksa saat membacakan replik atau tanggapan atas pleidoi SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).

Keanehan yang dimaksud jaksa terkait dengan pernyataan penasihat hukum SYL yang mengakui adanya penerimaan uang dan fasilitas pembayaran.

"Bahwa inkonsistensi nampak sejak awal nota Pembelaan yang disampaikan oleh penasihat hukum dan terdakwa sendiri, di satu sisi penasihat hukum mengakui dengan sadar adanya penerimaan uang dan fasilitas pembayaran yang diterima oleh terdakwa," kata jaksa penuntut umum KPK, Meyer Simanjuntak di dalam persidangan.

Adanya penerimaan uang dan fasilitas itulah, tim penasihat hukum SYL menilai bahwa jaksa telah salah menerapkan pasal, di mana seharusnya menggunakan pasal suap-menyuap.

Namun pengakuan adanya penerimaan ini, menurut jaksa bertolak belakang dengan amar pleidoi yang meminta agar SYL dibebaskan.

"Bagaimana mungkin bisa? Di satu sisi ada pengakuan penerimaan suap, tapi di sisi lain meminta penerima suap itu dibebaskan dari jerat hukum," kata jaksa.

Terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam pembacaan replik di persidangan Senin (8/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Tribunnews.com/Ashri Fadilla)

Selain pengakuan penerimaan, keanehan pleidoi juga dinilai jaksa terkait dengan pengembalian uang yang dinikmati SYL dan keluarganya.

Sebab pihak SYL mengaku telah mengembalikan uang yang dinikmati tersebut.

Namun kemudian di dalam pleidoinya, tim penasihat hukum meminta agar dikembalikan kepada keluarga SYL.

Jaksa pun menggunakan istilah kekinian untuk menggambarkan keanean tersebut, yakni "Agak Lain."

"Anehnya, pada nota pembelaan penasihat hukum meminta agar uang yang sudah disetorkan keluarga ke rekening penampungan KPK itu dikembalikan lagi kepada keluarga terdakwa. Agak lain memang penasihat hukum dan keluarga terdakwa ini. Tapi begitulah faktanya," ujar jaksa.

Sebelumnya, SYL dalam perkara korupsi ini telah dituntut 12 tahun penjara atas dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Kemudian dia juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan dan uang penganti sejumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.

Uang pengganti tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara ini inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dibayar, maka harta bendanya menurut jaksa, disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dan jika tidak mencukupi akan diganti pidana penjara 4 tahun," kata jaksa saat membacakan tuntutan SYL, Jumat (28/6/2024).

Menurut jaksa, dalam perkara ini, SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Jaksa KPK Sindir SYL: Bak Menjilat Ludah Sendiri

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah menjilat ludahnya sendiri.

Hal itu disampaikan jaksa KPK dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan atas pleidoi SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).

Penilaian bahwa SYL seolah menjilat ludah sendiri itu dimaksudkan jaksa terkait pernyataan SYL melalui tim penasihat hukumnya soal proyek green house.

Proyek green house yang dimaksud berlokasi di Kepulauan Seribu, milik pimpinan partai politik.

"Aliran uang kementerian yang dikatakan menjadi green house di Kepulauan Seribu milik partai tertentu. Namun pernyataan tersebut tidaklah lebih hanya gertak sambal dan pepesan kosong yang biasa disampaikan di pasar-pasar rakyat. Sebab, di dalam nota pleidoi penasihat hukum dan terdakwa tidak disampaikan sama sekali aliran uang seperti yang diutarakan sebelumnya," ujar jaksa penuntut umum KPK, Meeyer Simanjuntak di dalam persidangan.

"Bak menjilat ludah sendiri, dalam nota pleidoi justru berterimakasih, memuji, dan bahkan mendoakan pimpinan partai dimaksud," katanya.

Baca juga: SYL Bantah Minta Fee 20 Persen ke Pejabat Kementan, Sebut Ajudan Rekayasa Informasi

Jaksa pun menggunakan istilah kekinian terkait perbuatan kubu SYL: agak lain.

"Agak lain juga ini memang, tapi begitulah faktanya," ujar jaksa.

Sebagai informasi, proyek green house di Kepulauan Seribu ini pertama kali diungkap pihak SYL melalui tim penasihat hukumnya setelah pembacaan tuntutan, pada Jumat (28/6/2024).

Green House itu disebut-sebut milik pimpinan partai. Namun tak diungkap secara gamblang sosok pimpinan partai yang dimaksud.

"Ada permohonan Green House di Pulau Seribu yaitu milik pimpinan partai tertentu yang diduga itu adalah duit dari Kementan juga," ujar penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, Jumat (28/6/2024).

Jaksa Minta Hakim Vonis SYL Sesuai Tuntutan

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Majelis Hakim memvonis eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) sesuai dengan tuntutan 12 tahun penjara.

Permintaan itu disampaikan jaksa KPK dalam pembacaan replik di persidangan Senin (8/7/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

"Kami penuntut umum memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana surat tuntutan pidana penuntut umum yang telah dibacakan pada Jumat 28 Juni 2024," ujar jaksa penuntut umum di dalam persidangan.

Selain itu jaksa juga meminta agar Majelis Hakim menolak pleidoi atau nota pebelaan SYL beserta tim penasihat hukumnya.

"Kami penuntut umum bersikap tetap pada surat tuntutan pidana yang telah dibacakan pada tanggal 28 Juni 2024 dan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hkumnya harus dinyatakan ditolak atau setidak tidaknya dikesampingkan," katanya.

Menurut jaksa, seluruh dalih atau alasan terdakwa dan penasihat hukumnya di dalam pleidoi tak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

Alih-alih mengakui perbuatannya, SYL dinilai justru melimpahkan kesalahan kepada anak buahnya yang juga menjadi terdakwa.

Untuk informasi, di dalam perkara ini, terdapat dua anak buah SYL yang juga duduk di kursi terdakwa, yakni eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono serta eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta.

"Terdakwa juga menjadikan bawahannya, yaitu Kasdi Subagyono selaku Sekjen Kementan sebagai bemper atau pelindung atas benar atau salahnya suatu arahan atau perintah terdakwa Syahrul Yasin Limpo," kata jaksa.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) 12 tahun penjara. (TRIBUNNEWS)

Selain kepada dua orang tersebut, SYL juga dinilai telah melimpahkan kesalahan kepada para pejabat dan pegawai lain di lingkungan Kementan.

Jaksa pun menggunakan istilah kambing hitam bagi para pejabat dan pegawai Kementan tersebut,

"Dan melemparkan kesalahannya kepada jajaran pejabat dan pegawai lainnya di lingkungan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Atau dengan kata lain mengkambing hitamkan pihak lain." (tribun network/thf/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini