News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BBM Bersubsidi

4 Fakta soal Wacana BBM Subsidi Dibatasi Mulai 17 Agustus, Pemerintah Belum Satu Suara

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas memeriksa nosel dan selang Pertalite RON 90 sebelum peluncuran, di SPBU Coco, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu (22/7/2015). Berikut sejumlah fakta pembatasan BBM per 17 Agustus 2024, diklaim perbarui kualitas udara, Airlangga sebut kebijakan ini belum pasti.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut fakta-fakta terkait wacana pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang disebut akan diberlakukan pada 17 Agustus 2024.

Diketahui, wacana ini pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.

Pembatasan ini, kata Luhut, dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.

"Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ucap Luhut, Rabu (10/7/2024).

Menurut Luhut, dengan pembatasan tersebut, pemerintah dapat melakukan penghematan dalam APBN 2024.

Terkait hal ini, berikut sejumlah fakta soal pembatasan BBM bersubsidi per 17 Agustus 2024:

1. Kembangkan Bioetanol

Pada kesempatan yang sama, Luhut pun menjelaskan adanya rencana pemerintah melakukan pengalihan penggunaan BBM ke Bioetanol.

Pemerintah, jelas Luhut, mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.

Bioetanol merupakan jenis bahan bakar yang dihasilkan dari proses ferementasi bahan-bahan organik, terutama tumbuhan dengan kandungan karbohidrat tinggi.

"Kita kan sekarang berencana mau mendorong segera bioetanol masuk menggantikan bensin, supaya polusi udara ini juga bisa dikurangi cepat," jelas Luhut.

Baca juga: Sebut Ucapan Luhut dan Sri Mulyani Tak Sesuai, Anggota DPR Tanggapi Wacana Pembatasan Subsidi BBM

Saat ini, pengembangan bioetanol sedang dilakukan Pertamina.

2. Diklaim Perbarui Kualitas Udara

Luhut menjelaskan, setidaknya kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm.

Sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm.

Jika penggunaan BBM bisa ditekan dan diganti dengan bioetanol, maka kualitas udara semakin baik.

Tentunya hal ini akan berdampak pada kesehatan manusia.

Dengan demikian, bisa menekan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), alih alih hanya  untuk menghemat anggaran negara untuk penyakit pernapasan hingga Rp 38 triliun.

3. Belum Goal

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan rencana pembatasan ini masih perlu dirapatkan kembali.

Pihaknya pun menjelaskan bahwa wacana ini belum pasti akan diberlakukan pada 17 Agustus 2024 mendatang.

“Kita akan rapatkan lagi, belum (pasti diterapkan pada 17 Agustus 2024)."

"Belum goal, kita kan mesti rapat, dirapat koordinasi kan dulu,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (10/7/2024).

Airlangga menjelaskan, perlu adanya perhitungan lebih detail terkait dengan kebijakan ini.

"Tentu ada perhitungan daripada konsekuensi fiskal juga ada," jelas Airlangga.

Baca juga: BBM Tak Sesuai Standar Euro 4, Investor Ogah Kembangkan Kendaraan Ramah Lingkungan di Indonesia

4. Aturan sedang Diproses

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pemerintah saat ini tengah memproses revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

Harapannya, tidak hanya BBM yang diatur distribusinya, namun juga gas elpiji.

Hal ini dikatakan Erick saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.

"Kita sangat mendukung Perpres 191 untuk segera didorong."

"Tidak hanya buat BBM, tapi kita berharap juga buat gas, karena LPG impornya tinggi sekali sekarang dan ini yang kita harus benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran," jelas Erick.

Terkait kesiapan Pertamina, kata Erick, Pertamina tentu akan mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

"Jadi saya tunggu saja (Perpres 191 rampung), karena itu kan harus ada kebijakan," jelas Erick.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Taufik Ismail/Dennis Destryawan)(Kompas.com/Yohana Artha Uly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini