TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti perkara tewasnya Vina dan Eky asal Cirebon yang memasuki babak baru.
Di mana, Pengadilan Negeri Bandung memutus pra-pradilan yang diajukan Pegi Setiawan atas penetapan tersangka oleh Polda Jawa Barat.
Baca juga: LIVE Mantan Kapolda Jabar Akui Khilaf di Kasus Vina, Bareskrim Polri Mulai Tindak Aep
Hakim Tunggal Eman Sulaeman memutus, bahwa penetapan tersangka Pegi Setiawan atas dugaan pembunuhan Vina dan Eki menyalahi prosedur. Sehingga, Pegi Setiawan harus dibebaskan.
Sugeng pun mengatakan, bahwa pengungkapan kasus tewasnya Vina dan Eky pada tahun 2016 lalu, sudah rusak sejak awal.
Hal itu terbaru, kata Sugeng dari penetapan tiga orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) oleh Polda Jabar, hanya satu yang ditangkap dan ditetapkan tersangka, yakni Pegi Setiawan.
Sedangkan, dua DPO lainnya yakni Dhani dan Andika atau Dika dinyatakan fiktif.
Hal itu disampaikan Sugeng saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Rabu (10/7/2024) malam.
"Pandangan saya pertama ini, kasus ini sudah rusak dari awal. Jebret lahir sudah rusak. Jebret lahir dalam arti ketika lahirnya proses penyidikan terhadap 8 orang. Yang dibilang 11, tapi yang terakhir ini sudah rusak," kata Sugeng.
Sugeng pun kembali mengulas soal kerusakan perkara ini sejak awal. Menurutnya, terjadi pelanggaran prosedur serta pelanggaran hak asasi manusia, kerena terduga pelaku dianiaya.
Dia pun menyebut, Iptu Rudiana yang merupakan ayah Eky membuat laporan ke Polisi. Dimana, dalam BAPnya menyatakan sudah menemukan 11 orang, dan 8 orang telah mengaku sebagai pelaku pembunuhan Vina dan Eky.
"8 orang mengaku sebagai pelakunya, berarti sudah ditangkap nih. Yang nangkap siapa? Rupanya dia sendiri. Padahal kalau dia sebagai polisi, waktu itu kan polisi narkoba ya. Ini harus dilakukan oleh Reskrimum, bukan narkoba. Dan harus melalui proses penyelidikan dan penyidikan," ujar Sugeng.
Sugeng pun mempermasalahan penangkapan para terduga pelaku saat itu oleh Iptu Rudiana. Padahal, sesuai aturan dan kewenangan, bahwa sebelum melakukan penangkapan, harus dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) hingga meminta keterangan sejumlah saksi.
"Nah, waktu menangkap pertanyaannya, dasarnya apa? Perasaan kah, nujum, ilham dari dukun atau memang Rudiana sebagai polisi punya kemampuan mendeteksi keberadaan pelaku. Tetapi itu semua kan tidak boleh. Harus tetap prosedur. Jadi tadi sidik olah TKP visum etripertum kemudian meminta keterangan saksi-saksi," papar Sugeng.
"Lah, dia baru diperiksa sudah ada yang ditangkap. Ini kesalahan prosedur. Sudah rusak dari awalnya," jelasnya.