News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gandeng IJRS dan TAF, DPN Peradi Gelar Pelatihan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bidang Perlindungan Perempuan, Anak, dan Disabilitas DPN Peradi menghelat pelatihan UU TPKS bekerja sama dengan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan The Asia Foundation (TAF).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penegak hukum, termasuk advokat harus memahami dan menguasai pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mulai berlaku pada Mei 2022.

UU TPKS mengatur hal-hal baru dan terdapat ketentuan tersendiri di luar hukum pidana.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Harian DPN Peradi, Dwiyanto Prihartono di Peradi Tower, Jakarta Timur, Kamis, (18/7/2024).

“TPKS yang relatif baru dan UU yang tidak sederhana, sulit, dan harus dipelajari dan sangat berhubungan dengan pengalaman-pengalaman. Banyak hal yang berkaitan dengan hukum acara yang baru dimunculkan di UU ini,” ujarnya.

‎Untuk itu, Bidang Perlindungan Perempuan, Anak, dan Disabilitas DPN Peradi menghelat pelatihan UU TPKS bekerja sama dengan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan The Asia Foundation (TAF).

Pelatihan yang dihelat secara hybrid ini diikuti ratusan advokat Peradi dari seluruh Indonesia, menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Pemeriksa INAFIS Kepolisian Madya TK III Pusinafis Bareskrim Polri, Kombes Pol. Dr. Rita Wulandari Wibowo; Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Andreas N. Marbun, S.H., LL.M., dan Ketua Bidang I Pengembangan Profesi dan Standardisasi Praktik Psikologi Forensik, Noridha ‎Weningsari, M.PSi., Psikolog.

Pelatihan ini untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan penguasaan UU TPKS para advokat ‎Peradi. Ini juga merupakan implementasi dari amanat UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yakni meningkatkan kualitas dan profesionalisme advokat.

“Advokat ‎harus mempunyai kemampuan membaca unsur pasal UU TPKS secara presisi yang tinggi karena [delik] bukan hanya bersifat fisik tapi juga verbal,” ujarnya. 

‎Lebih lanjut advokat senior yang karib disapa Dwi ini, menyampaikan, dalam UU TPKS, keterangan orang yang mendengar
dari orang lain, bisa dikualifikasi memberikan keterangan yang bisa menjadi bukti sepanjang berhubungan dengan kasus tersebut.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Pekerja, dan Tindak Pidana Perdangan Orang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), Priyadi Santosa, M. Si., mengatakan, avokat mempunyai peranan penting dalam penanganan kasus TPKS.

“Peran advokat disebutkan secara eksplisit dalam UU ini adalah advokat sebagai pendamping hukum bagi korban dan saksi, serta memberikan pelayanan hukum kepada korban, keluarga korban, dan atau saksi tindak pidana kekerasan seksual,” ujarnya.

Program Manager for Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) IJRS, Marsha‎ Maharani, ‎mengatakan, karena peran advokat sangat strategis dalam penanganan TPKS, maka advokat harus menguasai UU-nya.

‎“Untuk memperkuat kapasitas dan profesionalitas para advokat serta memberikan dukungan, IJRS perlu melakukan pelatihan sehingga korban kekerasan seksual akan lebih terlindungi dan memperoleh hak-haknya secara pasti,” katanya.

Wakil Ketua Umum (Waketum) DPN Peradi, Srimiguna, menyampaikan, dengan advokat menguasi UU TPKS maka hak-hak korban kekerasan seksual akan dapat terlindungi dan korban berani speak up sehingga pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

‎“Insyaallah ke depannya nanti DPN akan lakukan pelatihan ke daerah-daerah. Ini juga saya sudah diskusi dengan rekan-rekan di daerah, kalian gerakan, gerakan, gerakan nanti DPN akan support‎,” katanya.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPN Peradi, Nurmala, menyampaikan, masyarakat khususnya kaum perempuan juga harus mendapat pelatihan tentang UU TPKS agar jika menjadi korban akan berani speak up.

“[Pelatihan] mudah-mudahan bermanfaat bukan hanya bagi advokat tapi penegak hukum lainnya dan masyarakat,” ujarnya.

Ketua Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan, Anak, dan Disabilitas DPN Peradi, ‎Enny Sri Handajani, menyampaikan, kesulitan dalam menangani TPKS di antaranya barang bukti.

“Kadang-kadang sperma sudah hilang, kemudian celana dan spreinya sudah dicuci, itu jadi hambatan. Kita bisa diskusikan antara teman-teman dan ada masukan dari narasumber bagaimana caranya mengamankan barang bukti,” katanya.‎‎ 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini