News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI, PNS Kemnaker Ngaku Dapat Honor Tanpa Kerja

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga saksi pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kemnaker tahun anggaran 2012, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024). Ketiga saksi tersebut adalah Agus Ramdhani, Andis Yamanto Rantesalu dan Agus Widaryanto. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun anggaran 2012.

Ketiga saksi yang dimaksud yakni pegawai negeri sipil (PNS) Kemnaker, tepatnya PPBJ (Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa): Agus Ramdhani, Andis Yamanto Rantesalu, dan pensiunan yang bernama Agus Widaryanto.

Mereka dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024).

Duduk di kursi terdakwa, tiga orang: Reyna Usman, eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; I Nyoman Darmanta, ASN Kemnaker dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan sistem proteksi TKI; dan Karunia, Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).

Di dalam persidangan, saksi Agus Ramdhani mengungkapkan bahwa dirinya memperoleh honor terkait pengawasan lelang proyek sistem TKI.

Honor yang diperoleh mencapai Rp 900 ribu untuk setiap kegiatan.

"Terkait jabatan saudara, apakah saudara ada menerima honor di situ?" tanya jaksa KPK.

"Ya, pak," jawab saksi Agus Ramdhani.

Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Cegah Staf Hasto Kristiyanto Bepergian ke Luar Negeri di Kasus DPO Harun Masiku

"Berapa per bulannya?" tanya jaksa lagi.

"Seingat saya 900 ribu pak," kata Agus.

"Bagaimana pembayarannya itu?" tanya jaksa.

"Satu pack. Satu orang per kegiatan," kata Agus.

Dengan honor itu, semestinya Agus dan rekan-rekannya sebagai PPBJ, mengawasi dan mengevaluasi pelelangan.

Namun kenyataannya, pengawasan dan evaluasinya dilakukan oleh konsultan.

Baca juga: Dede Tolak Minta Maaf ke Iptu Rudiana, Pilih Minta Maaf ke 8 Terpidana Kasus Vina dan Keluarganya

"Terkait dengan keterangan saudara tadi, ada konsultan ya g melakukan evaluasi. Berarti di sini bisa dikatakan bahwa tugas dari PPBJ ini kemudian diambil alih atau dilaksanakan oleh konsultan tadi untuk yang lelang kedua?" kata jaksa, ingin memastikan.

"Ya karena kan sepemahaman saya ada disediakan konsultan yang tugasnya untuk mengawal kegiatan lelang ini," ujar Agus.

Jaksa pun menekankan bahwa tugas PPBJ sudah termaktub di dalam SK dan berbagai peraturan.

Namun kata Agus, hal tersebut merupakan perintah atasannya.

"Dengan adanya konsultan di situ, kemudian mengambil alih tugas ppbj, apakah itu dibenarkan menurut saudara?" tanya jaksa penuntut umum.

"Saya tidak memahami konsep bahwa itu tidak dibenarkan. Saya hanya menjalankan perintah bahwa ini enggak usah khawatir, kita akan dikerjakan oleh konsultan. Kita hanya upload-upload saja," jelas Agus.

Agus pun mengaku bahwa dia diminta untuk menanda tangani penerimaan honor yang disodorkan kepadanya.

"Disuruh tanda tangan, ya saya ambil aja honornya pak," kata Agus.

"Padahal saudara tidak bekerja ya, sudah diambil alih sama konsultan. Baik. Cukup, Yang Mulia," kata jaksa, mengakhiri pendalaman terkait honor.

Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI di Jakarta

Sebagai informasi, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Reyna Usman sebagai eks Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah merugikan keuangan negara Rp17,6 miliar.

Reyna didakwa bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenakertrans I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).

Penuntut umum mendakwa Reyna dan Darmanta memperkaya Karunia.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Karunia sebesar Rp17.682.445.455 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp17.682.445.455 pada Kemenakertrans RI TA 2012," ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Baca juga: KPK Bakal Jadwalkan Ulang Pemeriksaan Terhadap Cucu SYL untuk Dalami Kasus TPPU

Hal itu karena pelelangan proyek ini dilakukan dengan tidak semestinya, di mana PT AIM sudah dikondisikan menjadi pemenang.

"Karunia kemudian memerintahkan kembali tim tender PT AlM untuk mengikuti lelang tersebut dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM sudah dikondisikan akan menjadi pemenang," kata jaksa di dalam dakwaannya.

Hasilnya, terdapat sejumlah permasalahan dari pekerjaan tersebut. 

Jaksa mengatakan, sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans Rl dengan sistem informasi existing milik para stakeholder terkait.

"Setelah dilakukan serah terima hasil pekerjaan, ternyata sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI yang dibangun oleh PT AIM tidak dapat digunakan, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans Rl dengan sistem informasi existing milik para stakeholder terkait, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh negara sesuai dengan tujuan pengadaan," jelas jaksa.

Akibat perbuatannya, para terdakwa dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini