Di antaranya, fakta adanya korban yang meeninggal, di mana hal tersebut sudah tidak bisa terbantahkan.
"Seharusnya hakim harus mempertimbangkan, misalnya fakta yang menyatakan ada korban meninggal," katanya.
Kemudian ada pula fakta terkait hubungan korban dengan pelaku.
Percekcokan keduanya sebelum pembunuhan juga disebut Harli mesti menjadi pertimbangan.
Memang tidak terdapat saksi yang melihat langsung peristiwa pembunuhan. Namun di situ, terdapat barang bukti berupa CCTV yang merekam peristiwa secara jelas.
"Pada waktu yang bersamaan korban dengan pelaku itu bersama-sama. Ada percekcokan, ada bukti CCTV yang menggambarkan bahwa korban ada bekas terlindas," ujar Harli.
Selain itu, hasil visum korban, menurut Harli semestinya dapat menjadi salah satu bukti kuat.
"Ada visum et reperteum yang menjelaskan bahwa ada luka yang dialami oleh korban," katanya.
Dengan bebasnya terdakwa dalam perkara ini, pihak Kejaksaan lantas mempertanyakan siapa yang semestinya bertanggun jawab atas kematian korban.
"Lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap orang yang meninggal?"
Karena hal-hal tersebutlah, Kejaksaan dipastikan akan mengajukan kasasi atas putusan bebas ini.
Apalagi Gregorius telah dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHPidana.
"Dari kondisi ini karena ini putusan bebas, maka langkah hukumnya adalah kasasi," kata Harli.