TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal polemik Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri Nasional 2024 melepas jilbab saat dikukuhkannya di Ibu Kota Nusatara (IKN), Selasa (13/8/2024).
Menurut Jokowi, keberagaman harus dihormati sebab Indonesia adalah negara besar yang penuh perbedaan sehingga tak bisa diseragamkan.
"Kita harus menghormati keberagaman, kita harus menghormati kebhinekaan karena negara ini negara besar yang sukunya berbeda, rasnya berbeda, agamanya berbeda, adat istiadatnya berbeda. Jadi tidak bisa diseragamkan," ucap Jokowi Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Sabtu (17/8/2024).
Jokowi menyebut perbedaan merupakan anugerah yang mesti disyukuri. Keberagamaan ialah untuk persatuan.
"Perbedaan itu adalah anugerah yang patut kita syukuri, keberagamaan itu adalah suatu kekayaan yang harus kita syukuri untuk persatuan bukan untuk perbedaan," ungkapnya.
Sementara itu, saat ditanya awak media soal desakan sejumlah pihak yang memintanya untuk mengeluarkan sanksi hingga mencopot Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Jokowi memberikan respons singkat.
"Ya nanti dilihat," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi.
Evaluasi ini menyusul polemik larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka Nasional 2024.
Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, meminta Jokowi untuk memberhentikan Yudian Wahyudi dari jabatan Kepala BPIP.
"Kami meminta Presiden untuk mengevaluasi kinerja BPIP, kami minta segera dicabut mandatnya kepada Kepala BPIP diberhentikan dan diganti," ujar Cholil dalam konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Baca juga: Polemik Aturan Lepas Hijab Paskibraka, PP KAMMI Kecam BPIP: Kontradiktif dengan Pancasila
Selain itu, Cholil meminta jajaran BPIP yang terkait dengan keluarnya aturan ini untuk turut dievaluasi.
Ia menilai aturan pelarangan jilbab bagi Paskibraka adalah kesalahan fatal yang bertentangan dengan Pancasila.
"Saya pikir adalah kesalahan fatal bagaimana keputusan Kepala BPIP bertentangan dengan peraturan BPIP dan tentu pasti bertentangan dengan Perpres, bertentangan dengan undang-undang, bertentangan dengan konstitusi kita, dan yang paling tinggi yang kita sepakati adalah dengan Pancasila," ujarnya.