Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo merespons ucapan apresiasi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus Presiden RI Kelima, Megawati Soekarnoputri.
Hal ini terkait Putusan MK 60 dan 70/PUU-XXII/2024 berkaitan UU Pilkada.
Suhartoyo mengatakan, hal tersebut merupakan ungkapan publik yang tidak bisa ditolak.
Menurutnya, setiap orang memiliki persepsinya masing-masing dalam merespons putusan-putusan yang diterbitkan MK.
"Saya tidak merespons pertanyaan itu karena bisa jadi ungkapan publik itu kan silakan saja. Itu kan masing-masing punya pertimbangan, punya persepsi yang kita tidak bisa tolak juga," ucap Suhartoyo, kepada wartawan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (26/8/2024).
Suhartoyo kemudian menjelaskan pendapatnya mengenai pernyataan Megawati, yang menilai bahwa, melalui kedua putusan a quo menandakan para hakim MK masih memiliki nurani dan keberanian.
Terkait hal itu, Suhartoyo menegaskan, sebenarnya MK selalu konsisten dalam bersikap tidak membeda-bedakan perkara apapun.
"Jadi bukan berarti kalau sebuah permohonan sedang tidak dikabulkan, kemudian permohonan yang lain itu dikabulkan, kemudian ini (dianggap) berani, kemudian yang sebelumnya tidak (berani). Itu tidak dalam posisi yang seperti itu," jelasnya.
Menurutnya, dalam menilai perkara, memang satu perkara dengan perkara yang lainnya berbeda-beda.
Baca juga: KPU Ungkap Draf PKPU Tindak Lanjut Putusan MK Sengaja Dibocorkan ke Publik Sebelum Ditetapkan
Ya memang mungkin secara hukum dan keadilannya memang hari ini perkara itu (60 dan 70) harus dikabulkan," tutur Suhartoyo.
"Nah, di perkara-perkara yang lain tidak dikabulkan, mungkin memang dari kajian keadilannya memang tidak beralasan itu untuk dikabulkan," lanjut hakim konstitusi itu.
Lebih lanjut, ia menegaskan, putusan MK tidak dapat dimaknai, jika 'dikabulkan' sebagai sikap berani. Sedangkan 'tidak dikabulkan' sebagai sikap tidak berani.
"Jadi posisinya bukan karena takut atai tidak takut," imbuh Suhartoyo.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pencalonan calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.
Di mana MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora soal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam putusannya, MK menyebut partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (cakada), meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Terkait hal tersebut, Megawati mengapresiasi hakim MK atas putusannya beberapa hari lalu.
"Alhamdulillah, akhirnya MK, hakim-hakimnya masih punya nurani dan keberanian," ucap Megawati setelah PDIP mengumumkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Pilkada 2024, Senin (26/8/2024), di Kantor DPP PDIP Jakarta.
Megawati pun mengaku, tidak bisa membayangkan jika hukum dipermainkan.
"Saya nggak bisa bayangkan hukum kalau dimainkan, padahal kan ada hierarkinya harus nurut, ya apa boleh buat, begitulah hukum di Indonesia."
"Sehingga kan muncul pergerakan dari civil society, banyak kalangan society, minta bertemu dengan saya. Kenapa kok begini-begini, para akademisi, budayawan, seniman, sekarang para mahasiswa," lanjut Megawati.