TRIBUNNEWS.COM - Pihak Grab Indonesia buka suara soal aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan pengemudi ojek online (ojol) di Jakarta pada Kamis (29/8/2024).
Adapun, dalam aksi demo itu, salah satu tuntutannya adalah perkara potongan komisi yang menurut mereka dipotong terlalu tinggi oleh perusahaan.
Padahal, biaya operasional harian driver, seperti biaya makan hingga perawatan kendaraan sepenuhnya ditanggung sendiri.
Namun, mengenai potongan komisi ini, Managemen Grab, dalam hal ini Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Manusamy membantah hal tersebut.
Ia menegaskan, perusahaan tidak pernah melakukan pemotongan pendapatan mitra pengemudi atau driver ojol untuk dialokasikan sebagai diskon bagi konsumen.
“Kami menjamin bahwa Grab Indonesia tidak pernah memotong pendapatan Mitra Pengemudi untuk dialokasikan sebagai diskon bagi konsumen,” ujar Tirza dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis.
Tirza lantas menjelaskan, semua biaya promosi yang diterapkan Grab sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan.
Tujuan adanya promo tersebut, katanya, dirancang untuk meningkatkan permintaan konsumen.
Sehingga, diharapkan dapat memberikan dampak positif pada pendapatan mitra pengemudi itu sendiri.
Dijelaskan oleh Tirza lagi, soal tarif layanan pengantaran Grab juga sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Supaya bisa menjaga pendapatan pengemudi dan memastikan stabilitas permintaan pasar terhadap layanan Grab.
Baca juga: Demo Driver Ojol di Istana & Patung Kuda Dipastikan Tak akan Disusupi Agenda Politik hingga Cagub
Adapun, besaran tarif layanan pengantaran Grab itu juga telah dihitung sesuai dengan aturan yang ada di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo).
“Penting untuk diketahui bahwa besaran tarif layanan pengantaran Grab telah dihitung secara saksama sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Permenkominfo No. 1/Per/M.Kominfo/01/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial,” jelasnya.
Ribuan Ojol Tuntut Perlindungan Hukum
Selain tuntutan perihal potongan komisi, massa ojol itu juga menuntut perkara legal standing bagi para pengemudi ojol kepada pemerintah.
Supaya mereka tidak diperlakukan semena-mena oleh perusahaan.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Transportasi Daring Roda Dua Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan, belum adanya legal standing bagi para pengemudi ojol selama ini, bisa membuat perusahaan aplikasi berbuat sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform dan tanpa dapat diberikan sanksi tegas oleh Pemerintah.
"Dengan belum adanya legal standing bagi para pengemudi ojol, maka perusahaan aplikasi bisa berbuat sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform dan tanpa dapat diberikan sanksi tegas oleh Pemerintah. Hal inilah yang membuat timbulnya berbagai gerakan aksi protes dari para mitra," kata Igun.
"Pemerintah juga belum dapat berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan kesejahteraan para mitra perusahaan aplikasi yang ada, dikarenakan hingga saat ini status hukum ojek online ini kami nilai masih ilegal tanpa adanya legal standing berupa Undang-Undang," tambah Igun.
Pihak ojol pun berharap, perusahaan aplikasi juga menghormati penyampaian pendapat dari para mitranya sebagai bentuk masukan yang perlu diperhatikan.
"Pemerintah juga dapat menyimpulkan permasalahan yang terus berulang di ekosistem transportasi online ini," kata Igun.
(Tribunnews.com/Rifqah/Dewi Agustina) (Kompas.com)