TRIBUNNEWS.COM - Pengacara keluarga Dokter Aulia Risma Lestari atau ARL, Misyal Achmad mengungkap fakta baru terkait kasus dugaan bullying pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Semarang, Jawa Tengah.
Diketahui dugaan bullying pada PPDS yang menewaskan mahasiswi Anestesi Undip, Dokter Aulia Risma Lestari, kini terus menjadi sorotan.
Dokter Aulia adalah dokter PPDS Undip di RS Kariadi Semarang.
Selain dilaporkan mendapatkan bullying dari senior, muncul informasi bahwa Dokter Aulia juga dipalak Rp40 juta oleh senior PPDS Undip.
Kini Misyal Achmad menambahkan, Dokter Aulia harus memesan 80 boks makanan saat mengikuti PPDS Anestesiologi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Tak hanya itu, Dokter Aulia juga disebut diperintah untuk mengangkat galon.
"Itu dilakuan setiap hari," kata Misyal Achmad.
Selain itu, dokter ARL juga diminta menyetorkan dan mengumpulkan uang untuk membayar orang yang mengerjakan jurnal milik atasan, mengutip Kompas.com.
"Sampai seperti itu. Jadi miris kita melihatnya," ungkap dia.
Undip Tak Ingin Kasus Jadi Bola Liar
Prof. Suharnomo, Rektor Universitas Diponegoro (Undip) mengatakan peristiwa meninggalnya salah satu mahasiswa PPDS Undip sudah menjadi bola liar yang berpotensi merugikan semua pihak.
Baca juga: Rektor Undip Minta Civitas Kampus Tak Komentar Kasus PPDS Dokter Aulia Risma: Serahkan ke Polisi
Kata dia, jika itu dibiarkan, bukan saja penyelenggara pendidikan tinggi yang dirugikan.
Itu juga bisa mengganggu komitmen untuk menyediakan dokter spesialis yang dicanangkan pemerintah.
"Ajakan ini bukan untuk kepentingan Undip. Kampus ini lahir untuk mengabdi kepada bangsa, negara dan umat manusia melalui bidang pendidikan. Undip ini statusnya badan hukum milik negara, namun keberadaannya didedikasikan untuk masyarakat," ungkapnya, mengutip Kompas.com.
Prof. Suharnomo mengatakan harusnya kejadian meninggalnya salah satu mahasiswa PPDS yang diduga dirundung seniornya dijadikan momen untuk evaluasi bersama.