News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Analisis Pengamat soal Penggunaan Jet Pribadi Mahfud MD dan Kaesang, Siapa yang Gratifikasi?

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menko Polhukam sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (atas kiri), Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep (atas kanan) serta pesawat jet pribadi yang digunakan Kaesang dan istri, Erina Gudono (bawah).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum dan pemerhati politik sosial budaya Agus Widjajanto, menyoroti ramainya pemberitaan mengenai penggunaan fasilitas jet pribadi, antara Kaesang Pangarep dan Mahfud MD.

Di mana terdapat dugaan gratifikasi di balik penggunaan fasilitas jet pribadi oleh Kaesang.

"Apakah Kaesang Pangarep seorang pegawai negeri/pemerintah atau pejabat negara? Karena Kaesang bukan pejabat negara, maka sesuai bunyi undang-undang, tidak bisa diterapkan gratifikasi untuk dia," kata Agus Widjajanto dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).

Sebelumnya, mantan Menko Polhukam Mahfud MD pun mengaku pernah menggunakan jet pribadi saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Agus menjelaskan, Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mendefinisikan gratifikasi secara luas, termasuk penerimaan tiket pesawat.

Oleh karena itu, meskipun ada klaim bahwa fasilitas tersebut tidak mempengaruhi jabatan Mahfud MD, namun identitas jabatan dan pribadi Mahfud tidak dapat dipisahkan.

Baca juga: Menelusuri Jejak 5 Kader PDIP Penggugat SK Perpanjangan Kepengurusan Megawati: Bakal Disanksi

Dalam konteks itu, lanjut Agus, yang termasuk kategori gratifikasi adalah pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara/pejabat negara.

"Gratifikasi bisa berupa uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, fasilitas wisata, pengobatan, dan sebagainya," ujar Agus.

Agus menekankan, gratifikasi secara prinsip bersifat netral dan wajar.

Akan tetapi, dalam kenyataannya di lapangan, gratifikasi bisa dikategorikan atau diklasifikasikan sebagai suap, terutama jika berhubungan dengan jabatan sesuai tugas dari pejabat tersebut.

"Hal ini merupakan kontradiksi dalam melihat posisi masalah, di mana kalau fair, justru beliau yang harus melaporkan gratifikasi tersebut saat menjabat Ketua MK dulu, saat menjadi pejabat negara dari lembaga yudikatif," pungkas Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini