Bahkan, kata dia, ada juga DPO yang ikut sosialisasi pembubaran JI dan kembali ke pangkuan NKRI.
"Kita sudah laporkan daftar DPO. Bahkan DPO-nya ikut sosialisasi pembubaran JI dan kembali ke pangkuan NKRI selama 30 sekian kali sosialisasi. Dan kita serahkan alat, barang, dan senjata," kata Abu Rusydan.
Ia juga mengatakan telah melaporkan nama-nama mantan anggota JI yang saat ini masih berada di luar Suriah dan Filipina.
Abu Rusydan mengatakan bahkam Densus 88 telah menjalin komunikasi dengan mereka.
"Ini kita sudah laporkan ke Densus tentang nama-nama (anggota) kita yang ada di Syiria siapa saja, yang ada di Filipina siapa saja, kemudian rincian mereka, dan Densus 88 sudah berkomunikasi dengan mereka," kata dia.
"Ada yang sudah menikah dengan Suriah, menikah dengan wanita Filipina, punya anak beranak. Ada yang masih di dalam penjara. Tapi mereka sudah tidak punya dokumen resmi Indonesia. Itu persoalannya, sebagian paling tidak," sambung dia.
Ia menegaskan hal tersebut adalah bagian dari komitmen para mantan anggota JI untuk membubarkan diri dan kembali ke pangkuan NKRI.
Sehingga, kata dia, tidak ada alasan untuk meragukan kesungguhan mereka untuk kembali ke NKRI.
"Tidak ada alasan bagi siapapun baik eksternal maupun internal untuk bersikap skeptis meragukan kesungguhan kita," kata dia.
Untuk diketahui, Para Wijayanto dibekuk di sebuah hotel di Bekasi pada Sabtu (29/6/2019) pagi.
Sedangkan Abu Rusydan ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri bersama tiga terduga teroris jaringan JI lainnya pada Jumat (10/9/2021) di beberapa tempat berbeda di daerah Bekasi.
Baca juga: Terjadi Lagi, Penembakan Massal di Sekolah AS Tewaskan 4 Orang, Bagaimana UU Senjata Api di Georgia?
JI sendiri merupakan organisasi terlarang yang identik dengan berbagai peristiwa aksi teror para anggotanya di Indonesia yang menelan banyak korban jiwa.
Sebut saja Bom Malam Natal (2000) Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), Bom Hotel JW Marriot (2003), Bom Kedutaan Australia (2004), Bom Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton (2009), mutilasi 3 siswi SMA di Poso dan berbagai aksi teror lain yang diidentikan dengan kelompok tersebut.