News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jaksa KPK Tolak Pledoi Gazalba Saleh Soal Tuntutan 15 Tahun dalam Kasus Gratifikasi

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh usai menjalani sidang tuntutan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), di Pengadilan Tipikor, Jakarta

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penutut Umum KPK tolak pledoi terdakwa hakim Agung non aktif Gazalba Saleh dan kuasa hukumnya terkait tuntutan pidana penjara 15 tahun pada kasus gratifikasi.

Adapun hal itu disampaikan Jaksa KPK pada persidangan beragendakan replik atas pledoi  hakim Agung non aktif Gazalba Saleh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).

“Jawaban terhadap pledoi pribadi terdakwa dan kuasa hukum terdakwa. Majelis Hakim Yang Mulia dengan memperhatikan pokok-pokok pembelaan terdakwa penuntut umum menyatakan menolak seluruh pembelaan atau pledoi pribadi terdakwa dengan alasan sebagai berikut,” kata jaksa KPK di persidangan.

Baca juga: Bacakan Pembelaan, Gazalba Saleh Ngotot Temukan Batu Permata Merah Muda di Kebun Australia

Jaksa KPK melanjutkan dalam pledoi pribadi terdakwa mempertanyakan terkait tuntutan 15 tahun penjara apakah penuntut umum telah memiliki standar acuan gratifikasi. Jika tidak ada, maka penutup umum telah menggunakan kewenangannya secara berlebihan, suka-suka, penuh kebencian dan membabi buta.

“Jawaban penuntut umum sebagai seorang Hakim Agung, seorang terdakwa harusnya paham bahwa setiap perkara punya karakteristiknya masing-masing dan tidak bisa disamaratakan dari angka-angka semata. Tanpa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan serta para yang terukur berdasarkan data dan fakta yang terungkap di persidangan,” lanjut jaksa KPK.

Lamanya tuntutan atas beberapa perkara yang terdakwa sampaikan dalam pledoinya tersebut. Tentunya, kata jaksa KPK sudah mengacu pada pembuatan tuntutan yang  menjunjung tinggi integritas dan keadilan.

“Demikiannya dalam hal perkara a quo penuntut umum dalam menuntut terdakwa telah melalui proses yang panjang karena ada dasar yang dijadikan acuan,” tegas jaksa KPK.

Dasar tersebut kemudian, kata jaksa KPK dikaitkan dengan fakta-fakta yang terkuak di persidangan. Serta nilai-nilai keadilan, bukan hanya rasa keadilan dari sudut pandang terdakwa, tetapi juga rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.

Baca juga: Jawaban Menohok Mahfud MD usai Disenggol soal Polemik Jet Pribadi Kaesang, Jelaskan soal Gratifikasi

“Hal-hal tersebut telah kami pertimbangkan bagaimana dalam uraian hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam tuntutan kami. Karena kami menyadari sepenuhnya sebagai manusia dan hamba Allah SWT semua dipertanggungjawabkan dari apa yang telah kami kerjakan di dunia ini. Termasuk dalam menuntut diri terdakwa sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum,” tegas jaksa KPK.

Kemudian jaksa KPK di persidangan memohon kepada majelis hakim agar pembelaan terdakwa dan kuasa hukumnya ditolak.

“Memohon pembelaan terdakwa dan kuasa hukumnya dinyatakan ditolak. Selanjutnya kami penuntut umum memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana tuntuan pidana penuntut umum,” tandas jaksa KPK.

Diketahui dalam perkaranya, pada tahun 2020, Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan register perkara nomor: 109 PK/Pid.Sus/2020. 

Jaffar Abdul Gaffar didampingi oleh Advokat Neshawaty Arsjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.

Pada 15 April 2020, PK tersebut dikabulkan Gazalba. Atas pengurusan perkara dimaksud, Neshawaty dan Gazalba menerima uang sebesar Rp37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar.

Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020–2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika Serikat (AS), serta Rp9.429.600.000.

Gazalba Saleh dinilai melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Gazalba juga diduga melakukan TPPU. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada tahun 2020–2022.

Edy Ilham Shooleh merupakan kakak kandung Gazalba yang namanya dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard. Sedangkan Fify Mulyani merupakan teman dekat Gazalba yang namanya digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.

Gazalba disebut membeli di antaranya satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T warna hitam; sebidang tanah atau bangunan di Jalan Swadaya II, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebagaimana Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 288; sebidang tanah atau bangunan di Tanjungrasa, Bogor, sebagaimana SHM Nomor 442; tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur sebagaimana SHM Nomor 7453.

Kemudian membayarkan pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City At Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur serta menukarkan mata uang asing berupa dolar Singapura sejumlah 139.000 dolar Singapura dan 171.100 dolar AS yang keseluruhannya sebesar Rp3.963.779.000.

Atas perbuatan ini, Gazalba Saleh dinilai melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini