TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom sekaligus politisi Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi (ARF), memberikan tanggapan positif terkait rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merombak Kementerian BUMN.
Rencana tersebut sebelumnya disampaikan oleh Dewan Penasehat Presiden Terpilih, Burhanuddin Abdullah.
Baca juga: Pengamat Yakin Prabowo akan Melanjutkan Pondasi Ekonomi yang Dibangun Jokowi 10 Tahun Terakhir
Namun, ia menegaskan bahwa dalam proses perombakan ini, dua hal penting perlu menjadi perhatian: keseimbangan antara fungsi BUMN sebagai pelaksana Public Service Obligation (PSO) dan sebagai entitas bisnis yang berorientasi pada profit.
"Dualisme peran ini menjadi tantangan utama karena BUMN dituntut untuk berperan dalam kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan finansialnya dengan menghasilkan keuntungan," ungkap ARF di Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Baca juga: Akademisi Unair: Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Akan Jadi Beban Prabowo-Gibran
Menurut ekonom asal Universitas Hasanuddin ini, sejarah pembentukan BUMN di Indonesia sangat erat kaitannya dengan fungsi negara dalam mensejahterakan rakyat.
Sejak era Presiden Soekarno, BUMN didirikan sebagai agen pembangunan nasional untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti energi, transportasi, dan layanan keuangan.
Beberapa BUMN strategis, seperti PLN, PT Kereta Api Indonesia, BNI, Pertamina, dan PELNI, dibentuk untuk memastikan distribusi layanan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, meskipun BUMN tetap berfungsi sebagai agen pembangunan, fokus perlahan beralih ke aspek profesionalisme dan profitabilitas.
Peningkatan efisiensi serta daya saing mulai menjadi perhatian, meskipun BUMN tetap dibebani tugas PSO di sektor-sektor penting, seperti energi, infrastruktur, dan transportasi.
"Namun, hingga saat ini, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyeimbangkan antara fungsi PSO dan tuntutan pasar. PSO sering kali membuat BUMN harus memberikan layanan dengan margin keuntungan rendah, sementara mereka tetap harus bersaing dengan perusahaan swasta yang fokus pada keuntungan," jelas Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar ini.
Abdul Rahman menambahkan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh tim ekonomi Prabowo harus mempertimbangkan bahwa BUMN yang berfokus pada PSO perlu diarahkan pada transformasi yang menyangkut efisiensi biaya dan peningkatan layanan publik.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Diproyeksi 5,18 Persen
Menurutnya, BUMN dengan fungsi PSO tidak seharusnya diberi target untuk mengejar keuntungan karena hal ini berisiko mengorbankan kualitas layanan kepada masyarakat.
"Yang lebih penting adalah modernisasi layanan BUMN PSO yang lebih cepat dan mudah diakses dibandingkan layanan instansi pemerintah. Selain itu, badan baru yang dibentuk untuk membina BUMN perlu memiliki kemampuan untuk memetakan pemisahan yang lebih jelas antara fungsi PSO dan bisnis komersial," tegasnya.
ARF optimis, dengan kebijakan yang tepat, BUMN Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak ekonomi nasional sekaligus melaksanakan PSO secara optimal.
Menurutnya, tantangan terbesar ke depan adalah menciptakan keseimbangan ideal antara profitabilitas dan peran sosial, sehingga BUMN tetap bisa bersaing di pasar global sembari menjalankan mandatnya untuk melayani masyarakat.
"Keseimbangan antara peran sosial dan bisnis inilah yang menjadi kunci sukses transformasi BUMN ke depan," tutupnya.
Presiden terpilih Prabowo Subianto kabarnya akan melakukan reformasi pada Kementerian Keuangan dan BUMN.
Burhanuddin Abdullah, Dewan Penasihat Presiden Terpilih Prabowo Subianto, dalam acara UOB Economic Outlook, Rabu (25/9/2024), mengatakan transformasi dan reformasi kelembagaan BUMN perlu dilakukan mengingat sumbangsih BUMN yang besar selama ini.